Pengamat Menilai Kritik JK terhadap Jokowi soal Undang 6 Ketua Umum Parpol ke Istana Hal yang Wajar
Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai kontestasi Pilpres 2024 ada masalah kenegarawanan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai kontestasi Pilpres 2024 ada masalah kenegarawanan.
Hal itu melihat dari kritik mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla (JK) kepada Presiden Jokowi yang dinilai terlalu ikut campur urusan politik di Pilpres 2024 mendatang.
Baca juga: Bicara Pilpres 2024, JK Sebut Baiknya Dikuti 3 Pasangan Capres-Cawapres
"Saya melihatnya kritik yang wajar dari Pak JK kepada Pak Jokowi. Kita punya pengalaman di masa yang lalu sebelumnya Bu Mega netral posisinya. Bahkan Bu Mega di tahun 2004 karena beliau tidak memihak sampai kalah dengan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Itu jiwa kenegarawanan Bu Mega," kata Ujang ketika dihubungi, Senin (8/5/2023).
Ujang mengukapkan bahwa SBY dulu juga sama punya jiwa kenegarawanan juga.
Ketika Pilpres 2014 Jokowi menang SBY netral tidak memihak kemana-mana. Dan dari situ sikap kenegaraan tersebut terbangun dari Megawati dan SBY.
"Di tahun 2024 ini ada masalah kenegarawanan yang mana Pak Jokowi dianggap ikut cawe-cawe dalam konteks membangun kontruksi atau melengkapi puzzle-puzzle menjelang Pilpres 2024," jelasnya.
Maka dari itu dikatakan Ujang banyak yang mengkritisi, terakhir itu muncul ketika pertemuan keenam partai di Istana Negara beberapa waktu yang lalu.
"Sebetulnya kalau pertemuannya di DPP PAN pertemuan lima Ketua Umum tidaklah masalah karena pertemuan tidak di Istana Negara," kata Ujang.
"Tetapi kalau pertemuannya dikatakan Pak JK di Istana Negara kalau bicara pembagunan silakan. Kalau bicara politik tidak boleh. Jika bicara pembangunan kenapa NasDem tidak diundang," lanjutnya.
Baca juga: Undang Ketua Umum Parpol ke Istana, JK Minta Jokowi Jangan Terlalu Ikut Campur Urusan Politik
Menurut Ujang hal itu menjadi paradoks atau anomali dalam konteks standar ganda konteks 'Istana' melihat NasDem.
"Harusnya Pak Jokowi bersikap berjiwa negarawan saja dalam persiapan perkoalisian di 2024 nanti," ujarnya.
Adapun sebelumnya Wapres RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk terlalu ikut campur dalam urusan politik dalam jabatannya sebagai pemimpin tertinggi RI.
Hal ini merupakan respons JK terkait pertemuan para Ketua Umum (Ketum) partai politik (parpol) dalam lingkaran pemerintah Jokowi-Amin yang sebelumnya diundang ke Istana Negara.
Harusnya, jika melakukan pertemuan di Istana Negara, yang dibahas adalah soal pembangunan dan kemajuan negara, bukan ihwal politik dan koalisi.
"Kalau pertemuan itu membicarakan karena di istana, membicarakan tentang urusan pembangunan. Tapi bicara pembangunan saja, mestinya harusnya diundang (Nasdem). Tapi berarti ada pembicaraan politik," kata JK di kediamannya, Sabtu (6/5/2023).
Menurut JK, Jokowi harusnya mengikuti langkah Presiden sebelumnya seperti Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudoyono (SBY) untuk tidak terlalu melibatkan diri dalam urusan politik.
Apalagi mengingat Jokowi telah memasuki babak akhir pemerintahnya.
"Menurut saya, presiden itu seharusnya seperti Bu Mega dulu, SBY, begitu akan berakhir maka tidak terlalu melibatkan diri dalam suka atau tidak suka, dalam perpolitikan itu. Supaya lebih demokratis lah," tuturnya.
Sebelumnya para petinggi parpol pendukung pemerintah diundang oleh Jokowi ke Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/5/2023) malam.
Mereka di antaranya Plt Ketum PPP Muhamad Mardiono, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.