Soal PKPU Caleg Eks Koruptor, ICW Bakal Surati Ketua MK Anwar Usman
ICW bersama sejumlah organisasi bakal menyurati Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman soal PKPU caleg eks koruptor.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah organisasi bakal menyurati Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Pengiriman surat ini merupakan tindak lanjut dari audiensi antara koalisi sipil dan Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan pada Senin (29/5/2023).
Dalam pertemuan itu Heru meminta koalisi sipil mengirimkan surat langsung kepada Ketua MK.
Baca juga: Diduga Selundupkan Pasal yang Mudahkan Mantan Terpidana Jadi Caleg, ICW: KPU Berpihak Pada Koruptor
Surat ini berisikan penyampaian ihwal peraturan Komisi Peraturan Umum (KPU) RI yang membuat ketentuan pengecualian bagi mantan terpidana, termasuk eks koruptor, menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan putusan MK.
"Dalam waktu dekat, Koalisi Kawal Pemilu Bersih akan segera mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua MK, Anwar Usman," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada awak media, Kamis (1/6/2023).
Muara persoalan surat ini berkaitan dengan Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023.
Kedua putusan dengan amar serupa itu menyatakan eks terpidana, termasuk eks terpidana kasus korupsi, dengan ancaman lima tahun atau lebih baru boleh menjadi caleg atau calon anggota DPD setelah melewati masa tunggu 5 tahun sejak bebas murni.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Gelar Aksi Teatrikal di Depan KPU RI, Soroti Mudahnya Mantan Koruptor jadi Caleg
KPU mengadopsi substansi putusan tersebut ke dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, serta PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.
Namun dalam kedua PKPU tersebut, KPU turut memuat pasal yang menyatakan ketentuan masa tunggu 5 tahun tak berlaku bagi mantan terpidana yang mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
ICW dkk menyebut pasal pengecualian tersebut merupakan bentuk pembangkangan KPU terhadap putusan MK.
Mereka pun menuduh KPU memberikan 'karpet merah' kepada eks koruptor menjadi caleg.