Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Banyak Pasal Pidana dalam UU Pemilu, Bawaslu Nilai Jadi Problematik

Padahal menurutnya, penerapan sanksi administratif dan etik pada kasus-kasus tertentu bisa lebih efektif daripada mengunakan sanksi pidana.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Banyak Pasal Pidana dalam UU Pemilu, Bawaslu Nilai Jadi Problematik
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menilai banyaknya pasal pidana dalam Undang- Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang bisa multitafsir dan tidak aplikatif.

Sehingga hal ini, dinilai jadi sebuah problematika dalam menangani tindak pidana pemilu.

"Banyaknya norma pidana dalam UU Pemilu, mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan lebih mengutamakan penanganan pidana (premium remedium) sebagai cara menanggulangi ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu, " kata Anggota Bawaslu RI Puadi dalam keterangannya, Rabu (21/6/2023).

Padahal menurutnya, penerapan sanksi administratif dan etik pada kasus-kasus tertentu bisa lebih efektif daripada mengunakan sanksi pidana.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu tersebut mencontohkan ihwal adanya PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang tidak mengumumkan DPS (daftar pemilih sementara) sesuai Pasal 489 UU Pemilu atau kampanye di luar jadwal yang diatur Pasal 492 UU Pemilu.

"Sanksi pidana seharusnya menjadi langkah terakhir (ultimum remedium) apabila sanksi administratif maupun etik sudah diterapkan, namun perbuatan kembali terulang," ungkap dia.

Berita Rekomendasi

Selain itu dia menambahkan, meski banyak pasal pidana dalam UU Pemilu 7/2017, akan tetapi, tren pelanggaran dalam pemilu atau pemilihan (pilkada) selalu berulang.

Contoh lainnya, jelas Puadi, pelanggaran seperti politik uang, kepala desa yang tidak netral, atau mencoblos lebih dari sekali.

"Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan pidana kurang efektif," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas