TII: Pernyataan Bawaslu soal Tunda Pilkada 2024 untuk Bangun Manajemen Pemilu yang Baik
Afrianto membeberkan hasil kajian TII pada tahun 2022 lalu yang mencatat sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan pemilu.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research melihat opsi penundaan Pilkada 2024 yang sempat dilontarkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI adalah upaya untuk membangun manajemen pemilu yang baik.
Hal ini penting sebab sebagaimana dituturkan oleh Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono, penyelenggara pemilu membutuhkan manajemen yang baik sebagai bagian dari implementasi aturan pemilu.
"Proses tahapan Pemilu dari pendaftaran pemilih hingga penghitung suara perlu dilakukan dengan manajemen yang baik. Untuk itu perlu dilakukan mitigasi risiko dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024," ujar Arfianto dalam keterangannya, Selasa (18/7/2023).
Afrianto membeberkan hasil kajian TII pada tahun 2022 lalu yang mencatat sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Singgung Isu Tunda Pilkada 2024, Komisi II DPR Minta Bawaslu Fokus Tugas dan Fungsinya
Persoalan itu terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal.
Pada faktor internal, persoalan-persoalan yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu terkait dengan persoalan kejelasan kerangka hukum, persoalan pendaftaran pemilih, persoalan anggaran, persoalan sumber daya manusia petugas penyelenggara pemungutan suara, persoalan hoaks dan ujaran kebencian dalam kampanye, serta persoalan rumitnya desain surat suara yang menghambat pelaksanaan pemungutan suara.
Sedangkan pada faktor eksternal, munculnya ancaman keamanan dari aktor bersenjata bukan negara di wilayah rawan konflik akan mengganggu penyebaran logistik maupun pemungutan suara, termasuk persoalan COVID-19, serta perkembangan platform media sosial yang digunakan untuk penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
Berdasarkan pemetaan masalah itu, lanjut Afrianto, tentu perlu dilakukan mitigasi risiko dalam penyelenggaran Pilkada 2024, termasuk dalam mengkaji usulan penundaan.
"Risiko yang dapat diidentifikasi terjadi dari tahap penyusunan kerangka hukum hingga proses pemungutan dan penghitungan suara," ujarnya.
"Risiko-risiko ini jika tidak diantisipasi sejak awal dan tidak dapat diatasi di kemudian hari, akan mengakibatkan menurunnya kualitas dan integritas penyelenggaraan Pilkada 2024," sambungnya.
Afrianto juga menegaskan penyelenggaraan pilkada yang buruk akan menyebabkan rendahnya kepercayaan peserta maupun pemilih, terutama mengingat proses penentuan waktu Pilkada 2024 sebenarnya sudah dibahas sebelumnya, sehingga menjadi pertanyaan publik ketika ada usulan penundaan.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku tidak bisa berkomentar ketika ditanya soal usulan yang sempat ia lontarkan ihwal penundaan Pilkada 2024.
Hal itu lantaran, usul Bagja tersebut muncul saat sedang dalam forum rapat tertutup.
"Untuk persoalan itu dibahas tertutup sehingga saya enggak bisa komentar karena itu seharusnya rapat tertutup," ujar Bagja kepada awak media, Jumat (14/7/2023).
Lebih lanjut, Bagja menjelaskan ihwal opsi penundaan pilkada itu tentu punya solusi. Namun, solusi itu juga akan dibahas dalam forum yang juga tertutup.
"Itu dibahas di forum tertutup sehingga kemudian saya kira hal tersebut juga nanti solusinya akan apa, ada di forum tertutup juga. Itu pun juga masih diskusi, bukan kemudian usulan lembaga," tegasnya.
Sebagaimana diketahui usulan soal penundaan Pilkada 2024 ini menyeruak dari situs resmi Bawaslu RI.
Di situs itu ada sebuah rilis yang di mana di dalamnya menjelaskan ihwal Bawaslu tengah melakukan Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dalam rapat itu Bagja menjelaskan potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu Serentak 2024 dan Pemilihan (Pilkada) Serentak 2024.
Dia menuturkan potensi permasalahan pada tiga aspek, yakni dari penyelenggara; peserta pemilu (pemilihan); dan pemilih.
Masih dalam rapat, Bagja mengusulkan opsi untuk menunda Pilkada 2024.
Ia merasa potensi permasalahan terbesar dan paling banyak biasanya dalam gelaran Pilkada 2024.
Pilkada 2024 menurutnya sangat rawan dengan berbagai permasalahan, mulai dari pelaksanaannya yang mengalami irisan tahapan dengan Pemilu 2024 hingga kesiapan menjaga keamanan dan ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam keterangannya, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya
Bagja mencontohkan seperti pilkada di Makassar, saat ada gangguan keamanan, maka dapat dilakukan pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain.
Namun Pilkada 2024, menurutnya bakal sulit keadaan serupa untuk diterapkan. Sebab penjagaan akan terfokus di daerah masing-masing.
"Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," tandasnya.