KIPP Sebut Langkah Bawaslu Adukan KPU ke DKPP Merupakan Jumping Conclusion
DKPP menggelar sidang perdana pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap KPU RI.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI melakukan jumping conclusion atau loncatan konklusi dalam laporannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal perkara Sistem Informasi Pencalonan (Silon) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“Bawaslu seakan-akan melakukan jumping conclusion. Kenapa? Melaporkan ke DKPP tapi tidak menyelesaikan dulu di internal. Misalnya Bawaslu menyampaikan jugalah hasil pengawasannya seperti apa sehingga akan ketemu kesulitannya seperti apa,” kata Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta, Kamis (7/9/2023).
Ketimbang melakukan loncatan konklusi Bawaslu secara menyeluruh, menurut Kaka, seharusnya melakukan rekomendasi dan masukan kepada KPU supaya lembaga penyelenggara pemilu itu dapat lebih sadar soal adanya kendala Silon, misalnya.
“Karena tidak ada laporan menyeluruh Bawaslu, kemudian laporan pengawasan terhadap tahapan ini. Terus kemudian juga saya perhatikan tidak semua Bawaslu daerah memberikan rekomendasi kepada KPU tentang perbaikan,” tuturnya.
“Di RI pun saya enggak lihaat ada masukan dari Bawaslu terkait saran perbaikan secara terus menerus karena bisa saja kalau terus menerus sering membuat KPU aware. Nah ini enggak ada, jumping ke itu (laporan),” sambung Kaka.
Baca juga: Bawaslu Minta DKPP Berhentikan Sementara Seluruh Komisioner KPU RI, Idham: Petitum Aneh
Sebagai informasi, DKPP menggelar sidang perdana pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 berlangsung di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (4/9/2023).
Perkara ini diadukan Bawaslu RI. Pihaknya mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam Anggota KPU lainnya yaitu Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz
Para Teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan Bawaslu selalu teradu yang berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Silon serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.
Selain itu, KPU juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.
Sebelumnya, Bawaslu sudah empat kali menyurati KPU untuk diberi penjelasan soal kenapa pihaknya belum mendapatkan akses Silon secara penuh, tapi tak kunjung dibalas.
Terbaru, surat itu sudah dibalas KPU. Namun, Bawaslu masih belum membeberkan isi surat balasan tersebut.
Sebagai informasi, Silon memang jadi keluhan bagi Bawaslu.
Lantaran sebagai pengawas penyelenggara pemilu, Bawaslu masih mendapat akses yang terbatas sama seperti halnya parpol peserta pemilu.
"Aksesnya 15 menit masuk, 15 menit keluar, sama seperti parpol. Akses gimana pertanyaannya itu kita awasi," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Senin (12/6/2023).
Bawaslu ngaku kesusahan dalam mengumpulkan bukti jika ada indikasi kecurangan.
Sebab, dalam akses Silon yang sebentar itu, Bawaslu hanya diperbolehkan untuk melihat saja.
Pihaknya dilarang untuk misalnya mengambil gambar atau melakukan proses tangkap layar terhadap data Silon yang terindikasi palsu.
"Anda boleh melihat tapi tidak boleh memoto. Kalau ada indikasi ijazah palsu, cuma lihat begini saja, gimana alat bukti yang mau disampaikan," tuturnya.