Protes Cak Imin soal Batas Usia Capres-Cawapres yang Digugat saat Pemilu Sudah Dekat: Bikin Ribet
Ketum PKB sekaligus Bacawapres Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar memberikan tanggapan soal gugatan usia capres-cawapres ke MK.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ketum PKB sekaligus Bacawapres Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar, buka suara soal batas usia capres-cawapres yang kini tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pria yang kerap disapa Cak Imin ini mengakui, Hakim MK memang memiliki otoritas untuk memutuskan soal gugatan UU Pemilu ini.
Namun, menurut Cak Imin waktunya tidaklah tepat, karena Pemilu sudah semakin dekat pelaksanaannya.
Cak Imin menilai, ketika Pemilu sudah dekat seperti sekarang ini, seharusnya aturan Pemilu yang ada sudah tidak dipermasalahkan lagi.
"Hakim MK punya otoritas untuk memutuskan, tapi mbok ya Pemilu sudah dekat ini masih aja apa, bikin ribet aja."
"Ini Pemilu tinggal beberapa hari, masih aja ribet aturan," kata Cak Imin dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (28/09/2023).
Baca juga: Mahfud MD Tegaskan MK Tak Punya Wewenang Ubah Batas Usia Capres Cawapres
Lebih lanjut, Cak Imin menyadari proses gugatan batas usia capres-cawapres ke MK ini memang rumit dan membutuhkan waktu yang lama.
Untuk itu, sikap kenegarawanan hakim akan diuji dalam proses gugatan batas usia capres-cawapres ini.
Terlebih dengan waktu pelaksanaan Pemilu yang kini semakin dekat.
"Ngerti lah kita ini proses yang begitu rumit. Mestinya kenegarawanan para hakim ini diuji."
"Ini Pemilu tinggal beberapa hari, masih bikin aturan," ungkap Cak Imin.
Baca juga: Soroti Gugatan Usia Capres Maksimal 70 Tahun, PUSaKO: Menyasar Tokoh Tertentu Tak Bisa Ikut Pilpres
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menilai kebijakan batas usia calon presiden dan wakil presiden ini masih termasuk kebijakan hukum terbuka.
Sehingga, yang menentukan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah.
Sementara, Mahkamah Konstitusi (MK) bertugas membatalkan bila memang kebijakan itu dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Masalah batas usia calon presiden dan wakil presiden baik miinimal 35 tahun atau maksimal 70 tahun, menurut saya itu kebijakan hukum terbuka atau open legal policy, yang menentukan itu adalah positif legislator, DPR dan pemerintah."
"Kalau Mahkamah Konstitusi (MK) itu kerjanya negatif legislator artinya hanya membatalkan kalau sesuatu bertentangan dengan UUD 1945," kata Mahfud.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Kritik Gugatan Usia Capres: Jangan untuk Luluskan Hasrat 1 Keluarga Tertentu
Dijelaskan Mahfud, MK tidak boleh membatalkan sesuatu yang tidak dilarang oleh konstitusi.
"Kalau (soal suatu kebijakan) ada orang tidak suka dan sebagainya atau (mengatakan) itu tidak pantas, tapi tidak dilarang oleh konstitusi, maka MK tidak boleh membatalkan sesuatu yang tidak dilarang oleh konstitusi," jelas Mahfud.
Termasuk soal syarat minimal batas usia Capres dan Cawapres.
"Kalau (batas usia Capres dan Cawapres itu dipersoalkan minimal harus 35 tahun dan maksimal 70 tahun itu, yang boleh menentukan harus DPR itu teori hukumnya, bukan MK.
"Jadi dia (DPR) yang membuat, MK yang membatalkan kalau (kebijakan itu dianggap) salah dan kita tidak boleh mengintervensi Mahkamah Konstitusi," tegas Mahfud.
Baca juga: Kaesang Gabung PSI, Pengamat Soroti Gugatan Batas Usia Capres di Mahkamah Konstitusi
Batas Usia Capres Cawapres Digugat
Sebagaimana diketahui, saat ini batas usia capres dan cawapres sedang menjadi bahasan dunia pilitik Tanah Air.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pun turut mempertanyakan langkah pemerintah dan DPR yang tidak mempermasalahkan untuk diturunkannya usia capres dan cawapres, dari sebelumnya 40 tahun menjadi 35 tahun.
Padahal menelisik ke belakang, pascapenyelenggaraan Pemilu 2019, baik pemerintah maupun DPR menolak untuk merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu.
“Dulu ketika usai Pemilu 2019, banyak pihak yang ingin agar UU pemilu ini direvisi bahkan beberapa hari pascapennyelenggaraan Pemilu 2019 saat kita merasakan Pemilu 2019 cukup kompleks, bukan hanya penyelenggaraan tapi peserta pemilih, ada dorongan kita perlu revisi."
Baca juga: PDIP Akan Patuhi Apapun Keputusan MK soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
"Bahkan (dalam pertemuan itu) sudah sampai dibahas di DPR, Komisi II, menyusun revisi UU Pemilu, tapi kemudian di awal 2021 pemerintah dan DPR menyatakan bahwa revisi ini tidak usah dilanjutkan,” ungkap Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunissa Nur Agustyati, Selasa (26/9/2023).
Dengan tidak adanya revisi, maka jika hendak melakukan perubahan UU Pemilu, langkah yang dapat diambil adalah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Termasuk uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perempuan yang akrab disapa Ninis ini menegaskan, langkah perubahan melalui Perppu tentu tidak menjadi hal yang penting karena perubahan usia minimal ini bukan hal yang genting dilakukan sekarang.
Sebagai informasi, ada beberapa pihak yang menggugat atas persyaratan usia capres cawapres ini ke MK.
Baca juga: Soroti Uji Materi Usia Capres Cawapres, Perludem: Perhatikan Banyak Aspek, Bukan Sekadar ‘Muda’
Dalam Perkara 55/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Waub Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Sidoarjo Muhammad Albarraa.
Dalam Perkara 51/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat yakni Ketua Umum Partai Garuda (Ketum) Ahmad Ridha Sabana, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika.
Kemudian dalam Perkara 29/PUU-XXI/2023 pihak yang menggugat adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Ketiga perkara ini menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berbunyi :
Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Galuh Widya Wardani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.