Denny JA: Elite Politik Perlu Lebih Rileks Menilai Survei Pilpres
Denny JA mengatakan para elite politik perlu lebih rileks dalam menanggapi sederet hasil survei yang dipublikasi menjelang pesta demokrasi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
"Ada pula lembaga survei, ataupun tokohnya, yang tak terlihat penghargaannya. Tapi tentu ini tak berarti lembaga itu otomatis tidak kredibel," jelas dia.
Tips ketiga, survei juga harus dilihat dalam kerangka waktu. Survei hanya potret ketika saat survei itu dilakukan. Waktu yang berbeda dapat pula memperlihatkan hasil yang berbeda.
Dikatakan Denny, pesona capres bisa naik dan turun.
Sosok capres yang sangat populer di survei bulan Juni, bisa saja jatuh tiga bulan kemudian. Misalnya ada blunder yang dilakukan.
Sebaliknya, capres yang buncit di bulan Desember, bisa jauh lebih tinggi di bulan Februari karena sosialisasi yang fenomenal.
Selain itu, ia menerangkan bahwa hasil survei yang dilakukan pada satu wilayah akan berbeda ketika dibandingkan dengan skala nasional.
Tiga tips tersebut, kata Denny, bisa menjadi panduan bagi elite untuk menilai hasil survei tersebut kredibel atau tidak.
Elit politik yang sudah kawakan diyakini terbiasa dengan kondisi itu.
"Hasil riset sebaiknya juga dibantah oleh hasil riset," ungkap dia.
Baca juga: Hasil Survei Anies Baswedan di Sumatera Utara Jeblok, NasDem Somasi LSI Denny JA
Pernyataan Denny ini sekaligus merespons adanya pihak yang keberatan karena tak puas capres dukungannya mendapat persentase kecil di wilayah tertentu.
Menurutnya keberatan terhadap hasil survei umum terjadi setiap gelaran Pilpres atau Pilkada.
"Untuk banyak kasus lain, juga kasus pilkada, kubu yang dikalahkan bahkan menduga ada permainan tingkat tinggi. Bahkan mereka mengatakan hasil survei ini diatur untuk nanti membenarkan kecurangan pemilu atau pilkada," pungkasnya.