Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ikut Laporkan Ketua MK, ICW Soroti Argumentasi Konyol Anwar Usman di Putusan Syarat Capres-Cwapres

ICW ikut melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (26/10/2023).

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Ikut Laporkan Ketua MK, ICW Soroti Argumentasi Konyol Anwar Usman di Putusan Syarat Capres-Cwapres
Tribunnews.com/ Ibriza
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) ikut melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (26/10/2023).

Laporan ICW diajukan ke MK bersama 16 akademisi yang juga menyampaikan gugatan serupa terhadap Ketua MK Anwar Usman imbas putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyoroti argumentasi Anwar Usman yang menyebut uji materiil pasal 169 huruf q UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan pengujian abstrak dan tidak terikat dengan individu tertentu.

Kurnia menyebut, argumentasi Anwar Usman itu konyol.

Sebab, dalam permohonannya, Pemohon Almas Tssaqibbiru secara detail menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman.

Baca juga: 16 Akademisi Ikut Laporkan Ketua MK Anwar Usman Soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

"Argumentasi yang disampaikan saudara Anwar Usman beberapa hari lalu yang mengatakan bahwa pengujian UU itu adalah pengujian yang abstrak, tidak terkait dengan individu tertentu, bagi kami argumentasi yang konyol. Karena kalau dibaca jelas permohonan tersebut secara spesifik menyebutkan nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang mana itu merupakan keponakan dari saudara Anwar Usman," kata Kurnia, saat menyampaikan laporan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Berita Rekomendasi

Kurnia kemudian menyatakan, Anwar Usman tidak layak lagi menjadi hakim konstitusi, bahkan Ketua MK.

Baca juga: Rapat MKMK, Perekat Nusantara Ubah Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hanya Untuk Anwar Usman

"Bagi kami sosok seperti Anwar Usman tidak lagi layak menjadi hakim konstitusi apalagi Ketua MK. Salah satu syarat hakim konstitusi adalah negarawan yang mana ia harus memahami seluruh peraturan dan juga nilai-nilai etik," ucapnya.

"Berkaitan dengan pengelolaan konflik kepentingan dan itu yang saat ini punya permasalahan serius di MK," sambung dia.

Lebih lanjut, Kurnia juga menyoroti kejanggalan-kejanggalan yang disampaikan hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam sidang pembacaan putusan 90/PUU-XXI/2023, beberapa waktu lalu.

"Alasan-alasan seperti sakit perut atau konflik kepentingan yang disampaikan hakim konstitusi Saldi isra maupun Pak Hidayat itu sudah menggambarkan bagaimana ada dugaan pelanggaran kode etik yang sangat sistematis dan terorganisir," ungkap Kurnia.

"Karena kita tidak bisa lepaskan putusan itu dibacakan menjelang pendaftaran capres-cawapres dan benar saja melalui putusan pamannya di MK, Gibran Rakabuming Raka mendapatkan karpet merah utk hadir dan mendaftar sebagai cawapres di kantor KPU RI," tuturnya

Dalam petitum yang disampaikan pada laporannya tersebut, Kurnia meminta agar Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) dapat memberikan sanski tegas kepada Anwar Usman apabila terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

"Kami berharap putusan MKMK bisa menyelamatkan MK dengan mengeluarkan saudars Anwar Usman sebagai hakim konstitusi," ucapnya.

Diberitahukan sebelumnya, sebanyak 16 akademisi hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran etik.

Laporan yang kesekian kalinya untuk Anwar Usman ini disampaikan CALS kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), pada Kamis (26/10/2023).

Kuasa hukum pelapor, Violla Reininda mengatakan, para pelapor menemukan adanya conflict of interest dan pelanggaran etik dilakukan oleh Anwar Usman.

Bahkan, kata Violla, pelanggaran etik diduga telah dilakukan sebelum putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres atau cawapres dibacakan. Yakni, saat Anwar Usman mengisi kuliah umum di salah satu universitas ternama di Semarang dan ditanya oleh seorang mahasiswa mengenai putusan tersebut.

Komentar Anwar Usman saat itu menyinggung soal kesuksesan pemimpin muda di zaman Nabi Muhammad SAW. Hal itu dinilai terkesan mendukung keponakannya, Gibran Rakabumingraka.

"Para pelapor melihat Anwar Usman terlibat konflik kepentingan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 karena perkara terkait erat dengan relasi kekeluargaan hakim terlapor dengan pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya permohonan, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan hakim terlapor," ucap Violla, di Gedung MK, Kamis (16/10/2023).

Selanjutnya, Violla mengtakan, pihaknya mendukung pembentukkan MKMK agar dapat menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik para hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman.

"Oleh karena itu agar MKMK dapat memeriksa secara objektif, independen sesuai hukum yang berlaku," tutur Violla.

Violla kemudian meminta agar para hakim MK dapat mengikuti proses pemeriksaan di MKMK.

Sebab, ia tidak ingin ada hakim konstitusi yang diistimewakan MKMK hingga mengakibatkan proses pemeriksaan molor.

"Dan para hakim MK harus kooperatif untuk diperiksa dalam perkara ini," katanya.

Lebih lanjut, Violla berharap MKMK dapat bekerja maksimal dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik dari masyarakat itu.

Ia meminta agar MKMK tegas menjatuhkan sanksi berat jika benar ditemukan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam skala berat.

"Ketika ditemukan pelanggaran berat terkait conflit of interest bisa kasih sanksi berat berupa pemecatan dengan tidak hormat (PTDH)," tegas Violla.

Ini daftar 16 akademisi sekaligus para pelapor dugaan pelanggaran etik terhadap Anwar Usman:

1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C.
3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.
4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D
5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H.
7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H.
8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.
9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.
10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.
13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.
14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M.
15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc.

Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.

MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.

Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.

Putusan tersebut pun menuai polemik.

Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas