Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dua Temuan Sidang MKMK: Reaksi Berbeda Para Hakim soal Anwar Usman hingga Dokumen Tak Ditandatangani

Salah satu hal yang menjadi sorotan dan dipersoalkan pelapor yakni mengenai keterlibatan Anwar Usman memutus perkara MK 90/PUU-XXI/2023. 

Penulis: Daryono
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Dua Temuan Sidang MKMK: Reaksi Berbeda Para Hakim soal Anwar Usman hingga Dokumen Tak Ditandatangani
IST
Mahkamah Konstitusi - Ada dua temuan dalam sidang MKMK mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini dua temuan dalam sidang dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Diketahui, MKMK tengah melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi terkait putusan batas usia capres-cawapres yang menuai kontroversi.

Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 memicu perdebatan di ruang publik lantaran menguntungkan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka yang juga keponakan dari Ketua MK, Anwar Usman

Hingga Rabu kemarin, MK telah memeriksa pelapor dan juga enam hakim konstitusi.

Enam hakim konstitsui yang diperiksa yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul dan Suhartoyo.

Sebagian proses persidangan yakni pemeriksaan terhadap hakim konstitusi berlangsung tertutup sehingga fakta-fakta di dalamnya baru akan terungkap saat putusan MKMK dibacakan. 

Namun demikian, setidaknya ada dua temuan yang terungkap. 

Berita Rekomendasi

Dihimpun Tribunnews.com, Kamis (2/11/2023), berikut temuan yang terungkap dalam persidangan: 

1. Ada perbedaan sikap hakim soal keterlibatan Anwar Usman dalam RPH

Salah satu hal yang menjadi sorotan dan dipersoalkan pelapor yakni mengenai keterlibatan Anwar Usman memutus perkara MK 90/PUU-XXI/2023. 

Menurut pelapor, 8 hakim konstitusi melakukan pembiaran dengan tidak mempersoalkan keterlibatan Anwar Usman dalam memutus perkara yang dianggap memiliki konflik kepentingan karena terkait dengan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka.

"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, pembiaran. Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, ga mengingatkan? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

Terkait hal itu, dalam persidangan MKMK, Jimly menyatakan pihaknya telah mengkonfirmasi tudingan pembiaran itu terhadap masing-masing hakim konstitusi. 

"Makannya kita tanyain satu-satu. Ya masing-masing punya alasan," ujarnya.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin sidang MKMK di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin sidang MKMK di Jakarta, Rabu (1/11/2023). (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Dari konfirmasi itu, diketahui masing-masing hakim memiliki respons yang berbeda-beda soal keterlibatan Anwar Usman

"Jadi 9 hakim itu masing-masing berbeda-beda, gitu. Jadi nanti ada saja yang ternyata benar, kok ikut memberi pembenaran. Tapi ada juga yang sudah mengingatkan tapi tidak efektif. Ada juga yang pakai 'wuh', gitu-gitu," ujarnya. 

Namun, Jimly tidak mengungkap detail respons masing-masing hakim lantaran hal itu nanti akan muncul dalam putusan. 

"Jadi itu substansi yang akan kami nilai nanti," kata mantan hakim konstitusi pertama itu.

2. Dokumen gugatan perbaikan milik Almas Tsaqibbirru tidak ditandatangani

Temuan lain yang muncul yakni dokumen permohonan perbaikan gugatan milik Almas Tsaqibbiru, penggugat syarat usia minimal capres cawapres ternyata tidak ditandatangani oleh Almas maupun kuasa hukumnya. 

Hal itu diungkap oleh Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani selaku pelapor dalam agenda pemeriksaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi MKMK, Kamis (2/10/2023). 

"Terkait dengan dokumen, kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat, permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri," ujar Julis dalam ruang sidang di Gedung II MK, Jakarta. 

Julis melanjutkan, selama ini MK menjadi panutan dalam pemeriksaan persiapan yang tertib dan disiplin dalam segala macam konteks, termasuk dalam hal proses administrasi. 

Namun, kini pihaknya justru menemukan adanya dokumen yang dipublikasi secara resmi tapi tidak pernah ditandatangani oleh penggugat. 

"Kami mendapati, mendapatkan satu catatan dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," jelasnya. 

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023).
Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Atas temuan itu, Julis meminta MKM untuk memeriksa laporan itu karena apabila benar maka seharusnya dianggap tak pernah menjadi bagian dokumen perbaikan yang resmi. 

"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali, maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ujarnya. 

Untuk diketahui, Almas merupakan mahasiswa Universitas Surakarta yang mengajukan gugatan mengenai batas usia capres-cawapres. 

Dalam gugatannya, Almas mengaku sebagai pengagum Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka

Gugatan ini kemudian dikabulkan MK dimana syarat usia capres dan cawapres yang sebelumnya ditetapkan minimal 40 tahun, diperbolehkan di bawah 40 tahun bagi yang pernah atau sedang menjawab kepala daerah melalui Pemilu. 

(Tribunnews.com/Daryono/Mario Christian Sumampow)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas