Jadi Pembicara dalam Bimtek PKS, Refly Harun Nilai Pancasila dan Agama Tidak Ada Dikotomi
Ia memulai pembahasan itu dengan melihat pada Pancasila, Pembukaan UUD 1945, UUD 1945, dan realitas yang terjadi.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Malvyandie Haryadi
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen, pakar hukum tata negara, pengacara, dan pengamat politik Indonesia Refly Harun menjadi narasumber pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diadakan Bidang Pembinaan Wilayah (BPW) Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta (Jatijaya) DPP PKS, Selasa, (31/10/2023).
Di hadapan Anggota DPRD Kota, Kabupaten, dan Provinsi se-Jatijaya, Refly menyampaikan materi tentang peluang dan tantangan dalam melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Ia memulai pembahasan itu dengan melihat pada Pancasila, Pembukaan UUD 1945, UUD 1945, dan realitas yang terjadi.
Menurutnya, stigma bahwa PKS itu anti-Pancasila seharusnya tidak ada, karena seorang muslim yang baik pasti seorang Pancasilais, dan seorang Pancasilais pasti adalah muslim yang baik.
"Oleh karena itu, kita harus tafsirkan bahwa Pancasila tidak berseberangan dengan ideologi keagamaan karena keduanya tidak dikotomi," katanya.
"Jadi Pancasila itu kan ibaratnya constitutional framework, kerangka kita bernegara. Dan itu cocok dengan semua agama," ujar pria yang terkenal dengan jargon cadasnya ini.
Refly memahami bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama, sebagaimana sila pertama yang sifatnya vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Kemudian turun menjadi kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sifatnya modial, humanity, dan ukhuwah insaniyah.
Sila ketiga bersifat teritorial, persatuan Indonesia, ukhuwah wathoniyah. Lalu sila keempat yang sifatnya instrumental, demokrasi yang dilandaskan permusyawaratan untuk mencapai mufakat. Hingga sampailah ujung dari Pancasila itu adalah social justice, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Jadi social justice state. Jadi yang kita tuju adalah negara yang adil dan sejahtera, adil dan makmur," ungkapnya.
Berbicara tentang kesejahteraan, lanjut Refly, konstitusi telah menyebutkan dengan lengkap sebagai cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
"Tujuan pemerintah pertama kali adalah, satu melindungi segenap bangsa, dua memajukan kesejahteraan umum, tiga mencerdaskan kehidupan bangsa, empat agar mereka jadi insan-insan yang punya pemain global, bisa ikut dalam proses perdamaian dunia," jelasnya.
Jadi menurutnya, negara yang baik itu adalah negara yang memberikan jaminan perlindungan politik dan ekonomi kepada siapa pun.
Setelah orang terlindungi, baru orang akan sejahtera. Setelah itu pendidikan. Ia berharap Indonesia dapat memenuhi semua tujuan tersebut dan menjadi negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.