Dugaan Data Pemilih Bocor, Direktur Eksekutif IPO: Gerus Kepercayaan Publik
Dugaan bocornya data pemilih telah menambah panjang daftar persoalan yang membuat citra KPU makin memprihatinkan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Terkait kabar dugaan bocornya data pemilih di KPU RI, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menanggapi hal tersebut dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu.
"Integritas KPU sebenarnya mulai bersaing dengan KPK, yakni kehilangan kepercayaan publik," ungkap Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com (29/11/223)
Menurut dia, sejauh ini, KPU sudah didera sejumlah masalah yang mencoreng nama baiknya. Dugaan bocornya data pemilih telah menambah panjang daftar persoalan yang membuat citra KPU makin memprihatinkan.
"Ditambah dengan kasus kebocoran ini, legitimasi KPU kian pudar di mata publik," jelas dia.
Menurutnya, kebocoran data seperti telah menjadi hal yang biasa di negara ini. Bukan karena ada pemakluman, tetapi karena tidak adanya sanksi hukum bagi lembaga yang lalai menjaga kerahasiaannya.
"Situasi ini jelas memprihatinkan, terlebih KPU di mana mereka seharusnya terbebas dari upaya manipulasi pemilihan, dan kebocoran data bisa berujung pada aktivitas kecurangan pemilihan," ujar Dedi.
Baca juga: Situs Diduga Diretas, Mahfud MD Berharap KPU Lebih Berhati-hati
Ia menyebut, patut disayangkan data sipil sudah terlalu sering tersebar dengan berbagai macam skandalnya. Dampak politiknya tetap akan ada.
"Situasi ini bisa menjadi membuat pihak yang dekat dengan kekuasaan bisa dituduh mengambil keuntungan. Meskipun hanya sebatas asumsi," tegas dia menandaskan.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan informasi yang viral, threat actor bernama Jimbo membobol data pemilih dari KPU dan menjual data tersebut. KPU mengambil langkah berkoordinasi dengan BSSN.
Salah satu akun di media sosial X membeberkan dalam cuitannya, mengenai threat actor bernama Jimbo menjual data-data dari KPU. Data-data tersebut dijual dengan 2 BTC (Bitcoin). Untuk harga 1 BTC setara dengan Rp 571.559.477.
Data itu memuat terkait informasi dari dua ratusan juta data personel, di antaranya meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-KTP, jenis kelamin, dan tanggal lahir. Data-data itu juga termasuk dari konsulat jenderal Republik Indonesia, kedutaan besar Republik Indonesia, dan konsulat Republik Indonesia. (***Vincent***)
Baca juga: Menkominfo Surati KPU Minta Klarifikasi Dugaan Kebocoran Data Pemilih
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.