Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi Tak Stop Kasus e-KTP, Anies: KPK Harus Kembali Independen

Sehingga, kata Anies, seharusnya penegakan hukum yang dilakukan KPK tanpa ada intervensi dari mana pun, termasuk penguasa.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi Tak Stop Kasus e-KTP, Anies: KPK Harus Kembali Independen
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan di kawasan Gedung Joang 45, Jakarta Pusat, Jumat (17/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus kembali sebagai lembaga negara yang independen.

Hal itu disampaikan Anies merespons pengakuan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo, yang pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokoei) karena tidak menghentikan penanganan perkara korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR kala itu, Setya Novanto alias Setnov.

"Menurut hemat kami tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan sehingga KPK memiliki independensi," kata Anies di Kantor PWI, Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Sehingga, kata Anies, seharusnya penegakan hukum yang dilakukan KPK tanpa ada intervensi dari mana pun, termasuk penguasa.

Itu bertujuan agar hukum tidak dijadikan alat oleh penguasa negara.

Oleh karena itu, dirinya bersama cawapres Muhaimin Iskandar berjanji bakal mengembalikan kekuatan dan independensi KPK, jika menang pilpres 2024.

Berita Rekomendasi

"Itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel kita negara hukum bukan negara kekuasaan," pungkas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sebelumnya, Agus mengungkapkan pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi

Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Baca juga: Tangan Kanan Gibran Terlihat Bekas Terinfus saat Hadiri Rakornas TKD di Jakarta

Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK. 

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. 

Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Kolase Tribunnews.com)

Pimpinan KPK, kata Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.

Respons Istana

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengaku telah mengecek pertemuan dimaksud, namun tidak ada dalam agenda presiden.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Ari melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Debat Capres Bukan Seremonial: Anies Siap Tempur, Prabowo Dibantu Tim, Ganjar Andalkan Pengalaman

Ari enggan menjawab ihwal Jokowi meminta kasus e-KTP dihentikan. 

Ia meminta publik untuk melihat fakta di mana Setnov tetap diproses hukum.

Lebih lanjut, Ari turut mengomentari perihal pembahasan revisi UU KPK yang disinggung oleh Agus. 

Ia menjelaskan, inisiator revisi tersebut adalah DPR bukan pemerintah.

"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," kata Ari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas