Kritik Jamu ala Anak Gus Dur: Bikin Gemoy dan Elektabilitas Meroket
Putri bungsu Gus Dur, Inaya Wahid berperan dari Mbok Jamu di pentas "Musuh Bebuyutan" di TIM, Jumat (1/12/2023), sindir para capres-cawapres.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tawa dan tepuk tangan penonton terus menggema di Ruang Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM) kala lakon Mbok Jamu dimainkan oleh putri bungsu Gus Dur, Inaya Wahid.
Lakon Mbok Jamu di pentas Jumat (1/12/2023) itu tak bisa dipandang sebelah mata, sebab bukan sembarang jamu yang dijajakannya.
"Ini ada jamu yang membawa kekuatan, Temu Ireng, pak. Ada juga jamu yang membawa kesegaran, Temulawak," kata Inaya, memulai dialognya sembari menawarkan sebuah botol jamu.
"Masih aman ini. Yang ketiga?" tanya lawan mainnya.
"Jamu yang membawa kehebohan, Temu Kader, pak."
Spontan, seisi ruang teater menjadi riuh. Pun para pelakon lain di atas panggung, mereka kelabakan dibuatnya.

Jamu Inaya Wahid itu dijajakan berlatar waktu pagi hari dalam pentas bertajuk "Musuh Bebuyutan" yang disutradarai Agus Noor.
Perkampungan dengan rumah-rumah bernuansa Betawi, lengkap dengan pos ronda tampak berpadu di atas panggung.
Dengan gaya khas "mbok-mbok jamu," Inaya Wahid kembali melontarkan dialog sarkasme. Kali ini soal masa jabatan.
"Kalau itu jamu kuat. Kuat sampai tiga periode. Kalau sampai dua periode sudah goyang-goyang, berarti bukan jamuku," ujarnya saat lawan mainnya menunjuk sebuah botol jamu di bakulnya.
Jenis jejamuan yang ditawarkan makin beragam kala seorang pelakon berambut putih, beradu peran dengannya.
Dalam alur cerita, pria berambut putih tersebut merupakan calon presiden (capres) yang wajahnya terpampang di baliho sudut kampung.
Baju olahraga lengkap dengan handuk kecil di leher menjadi style sang capres di atas panggung, mengisyaratkan dirinya sebagai insan yang sehat secara fisik.
Di hadapan pria berambut putih itu, Mbok Jamu blak-blakan menawarkan ramuan khusus untuk menjadi "Gemoy," ciri khas capres lain.
"Mau enggak ini? Jamu yang meningkatkan imunitas, pak. Kalau diminum rutin setiap hari, membuat badan menjadi gemoy, pak," ujarnya dengan tawa nakal.
Tak hanya itu, Mbok Jamu juga menawarkan jamu lain yang konon dibutuhkan semua peserta Pemilu, yakni Jamu Elektabilitas.
Jika elektabilitas tak kunjung meroket dengan jamu tersebut, maka masih ada opsi lain untuk dicoba.
Dalam lakonnya, Inaya tampak mengangkat ember kecil beserta gayung yang kerap dibawa-bawa Mbok Jamu selain bakul.
"Kalau masih belum naik juga elektabilitasnya, 'tak kasih yang ini pak."
"Hush! Masa dikasih ember?"
Rupanya ember kecil dan gayung tersebut berujung pada sindiran bagi si pria berambut putih.
"Iya. Buat wudhu pak, bisa naik elektabilitas," ujar Inaya dengan logat medok Jawa, diiringi tawa dan tepuk tangan penonton.

Selain jamu, ada lagi kelakarnya yang dianggap ngeri bagi para pelakon lain.
Saking ngerinya, sampai diklarifikasi bahwa dialog Mbok Jamu di pentas kali ini banyak diimprovisasi oleh Inaya.
Klarifikasi tersebut dilontarkan dalam sebuah adegan yang mengangkat kritik sosial mengenai lapangan pekerjaan.
Lagi-lagi, sindiran terhadap peserta Pemilu disisipkan Mbok Jamu dalam dialognya, yakni merujuk pada cawapres yang merupakan anak dari presiden.
"Ibumu sudah bangkrut ya jualan jamu gini?"
"Hari ini nyari kerja tuh susah pak. Saya sudah bagus jadi tukang jamu. Susah, beneran. Wong anak presiden saja harus dicariin kerjaan sama bapaknya," ujar Inaya dengan lantang, disambut tawa seisi ruang teater.
"Ini harus saya luruskan. Ini di dalam naskah tidak ada ya," kata lawan mainnya.
Adegan menyindir para capres-cawapres itu diakhiri dengan ajakan agar si Mbok Jamu menjadi tim sukses pria berambut putih.
Sebagai capres, pria berambut putih hendak memanfaatkan koneksi Mbok Jamu yang luas, sebab berkeliling kampung setiap hari.
Namun Inaya sebagai Mbok Jamu menolak mentah-mentah.
Pada bagian itu, bahkan kakaknya sendiri, Yenny Wahid tak luput dari kritik.
"Kalau melihat perkembangannya, saya tahu kamu tiap hari keliling kampung. Kenalanmu banyak. Gimana kalau ikut saya jadi timses?"
"Woahahah enggak, enggak."
"Loh kan kakakmu sudah ikut."
"Soalnya kakak saya bukan tukang jamu pak, tukang obat," ujar Inaya dengan mantap.
Seluruh sindiran dalam pentas "Musuh Bebuyutan" pada malam itu disaksikan langsung oleh seorang peserta Pemilu, yakni Mahfud MD yang merupakan cawapres nomor urut 3.
Usai menonton, Mahfud mengaku ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari pertunjukan tersebut.
Satu di antaranya, mengenai pemerintahan yang tak semestinya melakukan aksi tipu-tipu kepada rakyat.
"Ya kritik sosial. Bagaimana menyelenggarakan pemerintahan dengan baik, menjadi pemerintah yang adil, jujur, selalu berada di tengah dan tidak main tipu-tipu," katanya, diiringi senyum tipis sebelum bergegas meninggalkan awak media di depan Gedung Teater Besar TIM.
Baca juga: Respons Mahfud MD Soal Firli Bahuri yang Lolos Penahanan Polisi
Pasangan Ganjar Pranowo dalam kontestasi Pilpres 2024 itu juga menyampaikan bahwa para pejabat mesti mendengar kritik sosial seperti ini.
Mahfud yang juga menjabat di instansi pemerintahan mengungkapkan bahwa kritik sosial yang dibalut hiburan seperti pertunjukan "Musuh Bebuyutan" justru bakal lebih mengena di hati.
"Itu menurut saya satu cara menyampaikan pesan kepada orang yang kalau disampaikan pesan secara resmi dablek biasanya. Menurut saya para pejabat, para politisi perlu nonton yang kayak gini," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.