Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anies & Prabowo Unggul di Survei Indikator Soal Debat Perdana tapi Ada Catatan dari Ketua Persepi

Sekitar 35,5% responden di antaranya menganggap capres nomor urut 1 Anies Baswedan tampil paling baik dalam debat tersebut.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Anies & Prabowo Unggul di Survei Indikator Soal Debat Perdana tapi Ada Catatan dari Ketua Persepi
Wartakotalive/ist
Ilustrasi - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia meirilis hasil survei telepon terbarunya terkait persepsi publik atas debat perdana calon presiden (capres). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia meirilis hasil survei telepon terbarunya terkait persepsi publik atas debat perdana calon presiden (capres).

Pendiri Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan berdasarkan temuan survei tersebut menunjukkan 42,3 persen pemilih di seluruh Indonesia menyaksikan debat capres tanggal 12 Desember 2023 lalu.

Sebanyak 57,7% lainnya, kata Burhanuddin, tidak menonton.

Dari mereka yang menonton debat, kata dia, 35,5% responden di antaranya menganggap capres nomor urut 1 Anies Baswedan tampil paling baik dalam debat tersebut.

"Kalau ditanya di antara penonton debat, siapa yang paling baik dalam acara debat tanggal 12 itu? 35,5% menganggap Anies Baswedan (paling baik)," kata Burhanuddin di kanal Youtube Indikator Politik Indonesia pada Selasa (26/12/2023).

"Sementara Prabowo (28,9%) dan Ganjar (26,9%) itu selisihnya tipis, tidak signifikan, meskipun secara absolut Prabowo dianggap sedikit lebih baik penampilannya dibanding Ganjar. Tapi Anies over all dianggap sebagai pemenang debat capres," sambung dia.

Berita Rekomendasi

Survei tersebut kemudian mencoba memotret persepsi publik terhadap program kerja yang disampaikan oleh ketiga capres dalam debat tersebut dengan pertanyaan; "Menurut Ibu/Bapak capres mana yang paling bagus program kerjanya?"

Burhanuddin mengatakan, terkait program kerja capres nomor urut 2 Prabowo Subianto lebih unggul dibandingkan dengan kedua capres lainnya.

"Dari sisi program kerja, Pak Prabowo (32,6%) sedikit lebih bagus di mata responden dibanding program dua capres rivalnya (Anies 26,1% dan Ganjar 26,8%), (Tidak tahu/tidak jawab 14,5%)," kata Burhanuddin.

Sementara itu, dari sisi cara menyampaikan pendapat survei tersebut memotret persepsi publik dengan pertanyaan; "Menurut Ibu/Bapak capres mana yang paling bagus cara menyampaikan pendapat atau gagasannya?"

Hasilnya, kata Burhanuddin, capres nomor urut 1 Anies Baswedan lebih unggul ketimbang dua capres lainnya.

"Anies jauh lebih unggul (38,3%), (Prabowo 27,8% dan Ganjar 26,3%), (tidak tahu/tidak jawab 7,6%)," kata dia.

Survei tersebut ditampilkan setelah sebelumnya Burhanuddin menyampaikan hasil survei terkait lainnya.

Hasil yang disampaikan Burhanuddin antara lain kondisi ekonomi nasional, kondisi penegakan hukum nasional, kinerja presiden, kinerja presiden menurut demografi dan wilayah, pilihan partai DPR RI, hingga simulasi 3 pasangan capres menurut demografi, dan simulasi 2 pasangan nama.

Selanjutnya, Burhanuddin memaparkan hasil survei terkait debat capres 12 Desember 2023, debat capres 12 Desember 2023 menurut pilihan partai dan pasangan capres-cawapres dan capres yang paling bagus program kerjanya dengan basis responden yang menyaksikan debat.

Dalam paparan yang disampaikan Burhanuddin, satu di antara sejumlah kesimpulan survei tersebut adalah secara agregat tampak acara debat tidak terlalu banyak mengubah peta elektoral pasangan capres-cawapres.

Selain itu, dibanding dengan sebelum acara debat digelar distribusi
dukungan terhadap pasangan capres-cawapres tidak banyak mengalami perubahan signifikan.

Bagaimana Metodologi yang Diklaim?

Periode survei telepon dilakukan pada 23 sampai 24 Desember 2023.

Target populasi survei adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun dan atau sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsel, sekitar 83% dari populasi nasional

Sampel sebanyak 1217 responden dipilih melalui kombinasi metode Random Digit Dialing (RDD) (265) responden) dan Double Sampling (DS) (952 responden).

RDD adalah proses pembangkitan nomor telpon secara acak, sementara DS adalah pengambilan sampel secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka yang dilakukan sebelumnya.

Margin of error (MoE) diperkirakan ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi simple random sampling.

Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang sudah terlatih dan profesional.

Catatan Kritis Ketua Persepi

Ketua Perhimpungan Survei Opini Publik Indonesia (Presepi) Philips J Vermonte memberikan catatan kritis terhadap survei yang dilakukan oleh Lembaga survei Indikator Politik Indonesia.

Hal pertama yang disorot oleh Philips adalah terkait dengan metode survei telepon.

Philips menyoroti perihal cara dua cara yang digunakan dalam survei untuk mendapatkan sampel yakni RDD dan DS.

Selain itu, ia juga menyoroti terdapat kurang lebih 17% populasi survei yang tidak punya telepon.

"Tetapi, mungkin pertanyaannya adalah bagaimana menghitung error dari dua metode generating sampling ini? Karena di catatan yang disampaikan Prof Burhan, errornya dituliskan assuming simple random sampling," kata Philips.

"Padahal mungkin ini ada error bertingkat kayaknya. Tapi saya hanya bertanya, mungkin perlu jadi diskusi panjang juga di kalangan method enthusiast. Mungkin ada efek matematisnya," sambung dia.

Selanjutnya, Philips menyoroti terkait urut-urutan atau sequence pertanyaan survei.

Karena survei tersebut merupakan survei persepsi publik, kata dia, maka akan ada aspek psikologis terlibat di dalamnya.

"Karena pertanyaan tentang elektabilitas, kalau lihat urutan slide, misalnya kalau ada pemilu hari ini anda akan pilih siapa? Itu ditanyakan sebelum pertanyaan tentang debat," kata dia.

"Jadi, jangan-jangan kalau sequencenya dibalik, tanya tentang debatnya dulu, lalu ditanya kalau ada pemilu hari ini, anda akan pilih siapa, mungkin bisa lain (hasilnya). Karena dalam proses pertanyaan, dia sudah memikirkan lagi tentang debatnya," sambung dia.

Menurut Philips, ada kemungkinan ketika urutan pertanyaan dalam survei dibuat berbeda maka hasilnya juga akan berbeda.

"Karena kalau dia ditanya duluan, itu pre disposisi kan, sebelum ditanya tentang debat, ditanya kalau ada pemilu hari ini anda akan pilih siapa. Sehingga tidak ada proses kognitif ketika menjawab. Saya tidak tahu bagaimana teman-teman di Indikator melakukan sequencing," kata dia.

"Saya kira juga, banyak studinya, sequencing pertanyaan itu mungkin ada impactnya terhadap bagaimana responden menjawab pertanyaan-pertanyaan," sambung dia.

Ia pun mempertanyakan perihal ada atau tidaknha pertanyaan tentang kemantapan pilihan.

Pertanyaan tersebut, kata Philips, misalnya setelah debat ini, apakah anda sudah mantap dengan pilihan anda? Atau anda akan berubah dan lain-lain?

Biasanya, kata dia, dalam pertanyaan terkait debat pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul.

Sehingga, kata dia, bisa didapati ada atau tidak ada efek elektoral dari debat tersebut.

"Kalau misalnya tadi ditanyakan di depan, siapa yang anda akan pilih, lalu jawabannya 46% Pak Prabowo, Pak Ganjar 24%, Pak Anies 21% itu belum ada pertanyaan tentang debat," kata dia.

"Kemudian baru di belakang ditanya bagaimana penilaian dia tentang debat. Jadi kita sebetulnya tidak bisa lihat efeknya itu Prof Burhan, kalau menurut saya, kecuali kalau ditanya terbalik urutannya. Baru mungkin kita bisa bilang," sambung dia.

Berbeda dengan kesimpulan survei tersebut, Philips berpendapat debat publik para capres atau cawapres adalah hal yang penting.

Tidak hanya bagi para paslon yang akan bertanding, kata dia, namun juga bagi publik.

Satu di antaranya, kata dia, karena besarnya jumlah masyarakat yang menonton debat berdasarkan hasil survei tersebut.

"Karena itu saya setuju, debat ini akan tetap penting juga. Karena kalau lihat datanya Prof Burhan tadi, hampir 50% nonton debat. Bahwa yang lebih banyak nonton debat pemilihnya Pak Anies dan Pak Ganjar dibandingkan pemilih Pak Prabowo, itu lain soal," kata dia.

"Tapi kalau hampir 50% nonton, mungkin itu cukup sangat signifikan ya, karena tinggi juga ya hampir 50% pemilih nonton debat. Karena itu, saya kira dia akan tetap penting juga karena dari situ orang bisa melihat, dan mungkin kita harus dorong juga," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas