Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sirojudin Abbas: Dibutuhkan Oposisi Kritis untuk Memulihkan Demokrasi yang Bermartabat

Untuk itu, dibutuhkan pelembagaan oposisi kritis untuk memulihkan demokrasi yang bermartabat.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Sirojudin Abbas: Dibutuhkan Oposisi Kritis untuk Memulihkan Demokrasi yang Bermartabat
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Kamis (7/3/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demokrasi Indonesia kini dinilai dalam kondisi mengkhawatirkan berdasarkan sejumlah indikator.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Sirojudin Abbas menilai kualitas proses Pemilu 2024 saat ini diwarnai berbagai dugaan kecurangan, dorongan pilpres satu putaran, serta pengabaian nilai-nilai etis demokrasi.

Untuk itu, dibutuhkan pelembagaan oposisi kritis untuk memulihkan demokrasi yang bermartabat. Sirojudin mengatakan, publik bisa mendorong sejumlah partai politik (parpol) untuk memainkan peran itu, terutama parpol yang berada di luar koalisi pendukung paslon capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

“Saat situasi memanggil seperti saat ini, diharapkan ada pelembagaan oposisi yang lebih steril. Misalnya, kenapa tidak kita dorong saja PDIP dengan kekuatan yang dimiliki untuk mulai mengambil sikap jelas dalam konteks penyelamatan demokrasi Indonesia ke depan,” kata Sirojudin dalam webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk “Demokrasi Indonesia Terancam?”, Kamis (18/1/2024).

Ditegaskan Sirojudin, oposisi terhadap praktik kekuasaan Joko Widodo (Jokowi) yang mengabaikan nilai dan etika demokrasi, harus dilakukan. Terlebih, menurutnya, berbagai pihak telah mendorong pemakzulan.

“Ini tanda problemnya sudah sangat serius. Publik masih bisa mendorong institusi politik sebesar PDIP, Nasdem, PKS, PPP, dan PKB mengambil jalan tegas oposisi untuk menyelamatkan demokrasi. Ini dipastikan akan mendapat dukungan dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan dunia internasional,” ujarnya.

Pendiri Setara Institute, Hendardi menilai vetokrasi mengalami penguatan di era pemerintahan Jokowi, merujuk pada veto dan pemblokiran aspirasi kolektif masyarakat oleh sekelompok orang.

Baca juga: 9 Lembaga Survei yang Prediksi Pilpres 2 Putaran: Ganjar Vs Anies Bersaing Ketat

Webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk “Demokrasi Indonesia Terancam?” yang turut dihadiri Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Sirojudin Abbas pada Kamis (18/1/2024). 
Webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk “Demokrasi Indonesia Terancam?” yang turut dihadiri Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Sirojudin Abbas pada Kamis (18/1/2024).  (Tribunnews.com/Muhammad Zulfikar)
Berita Rekomendasi

Dikatakannya, vetokrasi di era Jokowi belakangan malah menjadikan proses legislasi di DPR menjadi ugal-ugalan hingga meruntuhkan independensi Mahkamah Konstitusi.

Ikrar Nusa Bhakti, ilmuwan politik yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia mengatakan, demokrasi Indonesia semakin terancam sejak Jokowi tanpa malu-malu memajukan putranya, Gibran, sebagai cawapres. Hal tersebutlah yang menjadikan Pilpres 2024 sebagai pesta demokrasi terburuk di era Reformasi.

“Adanya pembajakan oleh Jokowi dan keluarganya, melalui rekayasa hukum di MK dan berlanjut rekayasa politik, menjadikan 2024 ini akan tercatat sebagai pemilihan umum terburuk dalam sejarah Indonesia atau paling tidak pemilu paling tidak demokratis,” tuturnya. Menjawab pertanyaan, Ikrar menaruh harapan kepada pasangan capres-cawapres Ganjar dan Mahfud untuk memperbaiki regresi demokrasi dan hukum saat ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas