Prabowo Sulit Rangkul Semua Pihak Termasuk Lawan Politik jika Terpilih jadi Presiden, Ini Alasannya
Sebab, jika seluruh parpol berhasil dirangkul, maka bukan tidak mungkin nantinya pemerintahan akan lebih dominan dan tidak punya kontrol.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dinilai akan sulit mewujudkan keinginannya untuk merangkul seluruh pihak, termasuk lawan politiknya jika terpilih menjadi presiden periode 2024-2029.
Demikian penilaian itu diungkapkan oleh Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga yang mendasar pada kondisi partai politik pasca Pemilu 2024.
Menurut dia, akan ada beberapa partai politik yang memilih menjadi oposisi atau berada di luar pemerintahan jika pasangan Prabowo-Gibran memimpin.
"Jadi, keinginan Prabowo merangkul semua parpol tampaknya akan sulit terwujud. Sebab, tetap akan ada parpol yang lebih ideologis sehingga tidak mudah bergabung sesuai ajakan Prabowo," kata Jamiluddin saat dimintai tanggapannya, Kamis (15/2/2024).
Meski begitu, Jamiluddin menyatakan, kondisi itu memang yang dibutuhkan, dimana harus ada partai politik yang berada di luar pemerintah.
Sebab, jika seluruh parpol berhasil dirangkul, maka bukan tidak mungkin nantinya pemerintahan akan lebih dominan dan tidak punya kontrol.
"Parpol pengusung non Prabowo diharapkan menjadi oposisi. Hal ini diperlukan agar pemerintahan Prabowo nantinya tidak terlalu dominan," kata Jamiluddin.
Baca juga: Prabowo-Gibran Unggul di Quick Count, Tim Hukum AMIN Ungkap 9 Bentuk Kecurangan Pilpres 2024 Ini
Dirinya mencontohkan kondisi negara Indonesia di era Presiden Jokowi -Ma'ruf, dimana pemerintahan saat ini terlalu dominan.
Alhasil kata Jamiluddin, kondisi itu berpengaruh pada kinerja Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR) yang cenderung kebijakannya tidak selaras dengan kebutuhan rakyat.
Dia bahkan menganalogikan DPR RI di periode 2019-2024 ini seperti mandul dan berdampak pada sistem demokrasi di Indonesia.
"Setidaknya pengalaman 2019-2024, pemerintahan Jokowi terlalu dominan. Hal itu membuat DPR menjadi mandul. Hal ini telah membahayakan demokrasi di tanah air," tutur dia.
Baca juga: Gibran Ingin Sowan Setelah Unggul di Quick Count Pilpres 2024, Ganjar: Belum Dikontak
Jamiluddin lantas memprediksi beberapa parpol yang akan gabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran jika benar terpilih, dan parpol oposisi.
Parpol yang bergabung menurut dia akan ada empat, dan sebagian besar pengusung Ganjar-Mahfud.
"Parpol yang berpeluang bergabung PKB, PPP, Perindo, dan Hanura," kata Jamiluddin.
Pasalnya menurut dia, empat parpol ini bukan partai yang militan, apalagi ideologis.
"Karena itu, parpol kelompok ini cenderung pragmatis," beber Jamiluddin.
Sementara, parpol lain yang berada di luar pemerintahan atau dalam kata lain oposisi yakni ada tiga partai, termasuk PDIP.
Sebab, ketiga partai yang dimaksud oleh Jamiluddin merupakan partai yang cenderung ideologis sehingga tetap berada di luar pemerintah.
"Parpol lain, seperti PDIP, PKS dan Nasdem, berpeluang menjadi oposisi," kata dia.
Baca juga: Pesan Megawati Menanggapi Hasil Quick Count Pilpres 2024
Meski begitu, peran oposisi itu sangat penting menurut Jamiluddin, agar kebijakan pemerintah tidak selalu berpedoman pada kepentingan segelintir pihak.
"Karena itu, parpol di luar pengusung Prabowo diharapkan menjadi oposisi. Dengan begitu, DPR nantinya bisa menjadi penyeimbang sehingga eksekutif dapat di kontrol lebih optimal," tukas Jamiluddin.