Soal Hak Angket DPR, Jusuf Kalla: Jalani Saja, Tidak Usah Khawatir
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK), menilai hak angket baik untuk dua belah pihak, yakni penggugat dan tergugat.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK), menilai hak angket baik untuk dua belah pihak, yakni penggugat dan tergugat.
Jusuf Kalla berpandangan hak angket dapat menjadi momen bagi pihak tergugat untuk melakukan klarifikasi terhadap kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024 ini.
Sementara itu, dari pihak penggugat, hak angket dapat digunakan untuk menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul.
“Tentunya, hak angket itu baik bagi kedua belah pihak, karena sekarang ini banyak isu bahwa ini ada masalah."
"Jadi kalau ada angket kalau memang tidak ada soal, itu bagus sehingga menghilangkan kecurigaan," kata JK dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024), dilansir WartaKotalive.com.
Lebih lanjut, pria berusia 81 tahun itu berpesan supaya pihak tergugat tak perlu khawatir dengan hak angket DPR itu.
Namun, apabila pihak tergugat merasa khawatir, maka itu bisa menjadi indikasi adanya kecurangan pada Pemilu 2024.
“Jalani saja, tidak usah khawatir. Kalau memang tidak apa-apa bisa jadi klarifikasi kecuali ada apa-apa tentu takut jadinya," sambungnya.
Rencana Pertemuan JK dengan Megawati
Sementara itu, Jusuf Kalla dikabarkan akan bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kabar ini pertama kali disampaikan oleh politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus, Kamis (22/2/2024).
Baca juga: Koalisi Perubahan Lempar Bola Panas Hak Angket ke PDIP, Mengapa Mega dan Ketua DPR Belum Bersuara?
Menurut Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin pertemuan itu satu di antaranya adalah untuk membahas hak angket.
Ujang memperkirakan bakal ada lobi politik supaya Megawati merestui Fraksi PDIP menggulirkan hak angket di DPR.
"Saya melihat itu (ada) lobi-lobi JK ingin Megawati mendorong hak angket bisa jadi," kata Ujang saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (24/2/2024).
Meski begitu, dia mengingatkan bahwa hak angket adalah ranah ketua umum partai politik (parpol).
"Tapi sebenarnya apa kepentingan JK? karena bukan ketua umum tapi bisa jadi dia mentornya Anies, Anies ingin mendorong angket. Bisa jadi JK bertemu Megawati ingin mendorong hak angket," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pada kontestasi Pilpres 2024 ini, Megawati dan JK berada di kubu yang berbeda.
Megawati mendukung pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Perindo.
Sementara itu, Jusuf Kalla mendukung pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Anies-Cak Imin didukung oleh Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ganjar Dorong Hak Angket Digulirkan
Sebelumnya, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mendorong partai pengusungnya untuk menggulirkan hak angket di DPR atas dugaan kecurangan pada Pemilu 2024.
Di situ dia mengatakan pihaknya juga membuka pintu komunikasi dengan partai pengusung Anies-Cak Imin.
Menurut Ganjar, hak angket yang merupakan hak penyelidikan DPR menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar, dalam keterangan resmi, Senin (19/2/2024).
Ganjar menyebut usulan untuk menggulirkan hak angket di DPR oleh partai pengusungnya, dalam hal ini PDIP dan PPP, telah disampaikannya dalam rapat koordinasi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud pada 15 Februari 2024 lalu.
Pada kesempatan itu, Ganjar juga membeberkan ribuan pesan yang masuk kepada dirinya dari relawan dan masyarakat berupa foto, dokumen, dan video atas berbagai dugaan kecurangan yang terjadi.
Oleh karena itu, dia mendorong PDIP dan PPP untuk mengajukan hak angket di DPR.
Di mana itu merupakan hak anggota DPR untuk melakukan penyelidikan atas dugaan kecurangan pemilu yang melibatkan lembaga negara.
Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilu.
Ganjar juga mendorong anggota dewan di parlemen untuk menggelar sidang atau memanggil para penyelenggara pemilu untuk diminta pertanggungjawaban. Hal itu, menjadi fungsi kontrol dari DPR.
“Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol enggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” tegas Ganjar.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul: Jusuf Kalla Nilai Hak Angket Kecurangan Pemilu Baik untuk Penggugat dan Tergugat.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul Umam)(WartaKotalive.com/Alfian Firmansyah)