Mantan Ketua KPU Arief Budiman Nilai Pemilu 2024 Terlalu Banyak Polemik
Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terlalu banyak polemik yang terjadi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terlalu banyak polemik yang terjadi.
Menurutnya, ada sejumlah catatan, komplain serta permintaan publik yang tidak mampu dijawab KPU.
“Jadi makin banyak polemik apalagi terakhir polemik Sirekap di mana justru hasil rekapitulasi itu tidak ditampilkan, yang ditampilkan adalah hasil penghitungan suara di masing-masing TPS,” kata Arief dalam podcast bertajuk Utak-Atik Peroleha Suara Parpol dan Caleg Hasil Pemungutan Suara Pemilu 2024 di Kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Dia melihat kondisi itu menimbulkan banyak pertanyaan terutama bagi pemilih.
Arief bertanya dalam hatinya mengapa penyelenggara pemilu mundur lagi.
Baca juga: Soal Hak Angket DPR, Pengamat Yakini Akan Kembali Bergulir Setelah Hasil Pemilu 2024 Diumumkan KPU
“Sebetulnya apa yang ditampilkan sekarang itu sekurang-kurangnya terjadi 10 tahun lalu dan kita sebetulnya progresnya sudah naik terus,” ucapnya.
KPU dalam kurun waktu itu sudah melakukan perbaikan dari Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pilkada 2020.
Teramat disayangkan, Pemilu 2024 yang diharapkan menyempurnakan tetapi malah terjadi banyak polemik.
Baca juga: Putin Minta Warga di 4 Wilayah Ukraina yang Dicaplok Ikut Milih pada Pemilu Presiden Rusia 2024
“Saya merasa kalau seperti ini transparansinya malah akan berkurang padahal yang bisa menjadi kepercayaan publik terhadap proses pemilu adalah transparansi,” ungkapnya.
Selain transparansi berkurang, KPU juga harus menjaga kualitas.
Dia mengaskan pengurus KPU saat ini harus bisa menjawab mengapa kebijakan yang menimbulkan banyak komplain itu diambil.
Arief juga menyoroti Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) seharusnya mampu menampilkan data bukan hanya hasil penghitungan tapi juga rekapitulasi lebih cepat dibandingkan penghitungan normal yang durasinya 35 hari.
Dari data cepat itu, penyelenggara pemilu akan bisa mengontrol seluruh pasukannya mulai dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai tingkat Provinsi.
“Bagi peserta pemilu dia bisa mengontrol suaranya dicurangi atau tidak, baik antar partai politik atau antar kandidat di internal partai dia bisa mengontrol itu lewat Sirekap.
Sedangkan bagi pemilih mereka bisa tahu adanya kecurangan.
“Misalnya dalam satu warga berkumpul suara lebih banyak ke partai A tapi kok hasilnya di Sirekap jadinya yang menang si B,” ucapnya.
Di daerah apabila selisih suara terlalu tinggi kecil kemungkinan terjadi konflik sementara selisih suara kecil bisa menimbulkan konflik lebih besar.
Begitu juga bagi pelaku bisnis datanya real Sirekap ini juga bisa bermanfaat.
“Pelaku bisnis itu tahu apabila menang A maka kebijakannya akan bisa di planning bagi bisnis mereka,” imbuhnya.
Arief menyatakan Sirekap bisa bermanfaat karena proses penghitungannya yang lebih cepat tidak harus menunggu 35 hari.
Namun fakta yang terjadi hari ini tidak demikian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.