Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

8 Hakim MK Diminta Merenung Sebelum Putuskan Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024

Delapan hakim MK diharapkan konsisten mengedepankan sifat kenegarawanan dan merenung sebelum membuat keputusan sidang sengketa Pilpres 2024.

Penulis: Yulis
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in 8 Hakim MK Diminta Merenung Sebelum Putuskan Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (4/4/2024). Sidang ini beragenda mendengar keterangan saksi dari kubu Prabowo-Gibran. Delapan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan konsisten mengedepankan sifat kenegarawanan dan merenung sebelum membuat keputusan sidang sengketa hasil Pilpres 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Delapan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan konsisten mengedepankan sifat kenegarawanan dan merenung sebelum membuat keputusan sidang sengketa hasil Pilpres 2024.

Majelis hakim diharapkan membuat tiga putusan, yakni pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh wilayah, mendiskualifikasi Gibran Rakabuming, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) cuti selama masa kampanye.

Pakar otonomi daerah Profesor Djohermansyah Djohan menegaskan, Presiden Jokowi harus cuti selama kampanye ketika Pilpres 2024 diulang, karena preferensi dukungan terhadap paslon nomor 02, dalam hal ini calon presiden (capres) yang sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sekali pun bila Gibran didiskualifikasi.




Cuti selama kampanye itu untuk mencegah Jokowi cawe-cawe lagi dalam PSU.

“Nepotisme tidak ada lagi, tapi itu orang saya [Jokowi-red] yang akan maju, maka sebaiknya selama kampanye presiden cuti supaya tidak cawe-cawe lagi dan wapres jadi penjabat presiden,” ujar Djohermansyah dikutip dari Abraham Samad “Speak Up,” Kamis (11/4/2024).

Dia mengatakan, akar persoalan kecurangan di Pilpres 2024 adalah nepotisme dan idealnya yang menjadi pokok masalah, yakni putra Presiden Jokowi menjadi Cawapres melanggar konstitusi, didiskualifikasi.

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengingatkan, mantan Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) memutus dia melanggar etika berat terkait Putusan MK Nomor 90/2023 yang memuluskan jalan Gibran maju sebagai Cawapres.

BERITA TERKAIT

“Kalau ini dipertahakan tidak akan hilang penyakitnya, berulangkali pemilu, dan presiden tidak cuti, maka durinya harus dicabut supaya ‘luka’ sembuh, jadi tidak bisa ikut [PSU-red],” ujarnya.

Djohermansyah menilai, Cawapres Gibran merupakan biang kerok persoalan Pilpres 2024, maka Prabowo harus mencari cawapres yang baru jika MK memutuskan PSU.

Baca juga: Hasto Bicara Peluang Pertemuan Megawati dengan Prabowo Usai Putusan Sengketa Pilpres di MK

Cukup Waktu PSU

Lebih lanjut, dia menekankan bahwa masih cukup waktu untuk menggelar pilpres ulang, sehingga tidak benar jika ada pandangan di tengah masyarakat yang menyebut tidak cukup waktu untuk melakukan PSU di seluruh wilayah.

Seperti diketahui, paslon nomor 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) dan paslon nomor 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam permohonannya meminta MK mendiskualifikasi paslon nomor 02 dan PSU ulang di seluruh wilayah.

Baca juga: Anies Lebaran di DKI, Prabowo-Gibran Jakarta-Solo, Ganjar-Mahfud di Sleman, Kemana Cak Imin?

Berdasarkan pengalaman selama ini bahwa pilpres beberapa kali digelar bulan Juli yakni Pilpres 2004, Pilpres 2009 dan Pilpres 2024, maka cukup waktu untuk menggelar pilpres ulang pada bulan yang sama karena saat ini masih bulan April.

“Kalau toh nanti tidak ada paslon yang meraih suara lebih dari 50 persen, putaran kedua bisa dilakukan bulan September. Waktunya masih bisa. Kalau ada yang mengatakan waktu mepet, tidak benar itu. Kita sudah punya pengalaman sejak 2004, 2009 dan 2014.

"Mungkin ada hikmahnya Pilpres 2024 pada Februari, mudah-mudahan kita dapat pemimpin yag baik, pemilu jujur dan adil,” tegasnya.

Pilpres Terburuk

Djohermansyah yang sempat memberi keterangan dalam kapasitasnya sebagai ahli dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, pekan lalu, membeberkan sejumlah indikasi Pilpres 2024 sebagai pilpres terburuk.

Pertama, keberpihakan Presiden Jokowi terhadap paslon 02 terkonfirmasi dari perolehan suara, perilaku, ucapan. Jika Jokowi tidak berpihak dan cawe-cawe dalam kebijakan, belum tentu paslon nomor 02 menang.

“Coba presiden cuti di luar tanggungan negara, meninggalkan Istana selama masa kampanye, dia tidak bisa cawe-cawe. Kalau itu dia lakukan, maka hasilnya tidak seperti ini,” tukasnya.

Kedua, Presiden Jokowi membiarkan para menteri ikut kampanye secara terbuka dan tertutup, serta membagikan beras bantuan sosial (bansos), padahal seorang menteri adalah panutan. Mereka hadir saat kampanye tanpa cuti dan menggunakan fasilitas negara.

“Kenapa presiden tidak melarang, padahal itu potensi meningkatkan elektoral. Menteri juga bagi-bagi bansos, ini pelanggaran. Menteri bukan pejabat tinggi biasa, pembantu presiden, kalau melakukan berpihakan dan tanpa ditegur presiden berarti presiden merestui agar jagoan presiden melenggang menang,” bebernya.

Baca juga: Sinyal Putusan Sengketa Pilpres 2024 Segera Diketok: Jokowi Tak Dipanggil, RPH Sudah Dimulai

Ketiga, Presiden Jokowi melibatkan penjabat (Pj) gubernur, bupati, wali kota yang total jumlahnya 271 orang hingga kepala desa untuk mendongkrak suara psalon nomor 02 melampaui 50 persen.

“Yang jadi soal, paslon 02 menikmatinya. Dampak dugaan kecurangan dan keberpihakan presiden dinikmati paslon 02. Kalau pemain kesatria, tentu tidak kerasaan didukung. Semua dinikmati, malah kongko-kongko, ketemu di berbagai pertemuan, politisi dan birokrasi digerakkan tanpa ikut aturan. Ini menguntungkan paslon 02,” ujarnya lagi.

Djohermansyah menambahkan, idealnya paslon nomor 02 menolak keberpihakan pemerintah agar pemilu jujur dan adil, tapi tidak ada complaint dari Prabowo-Gibran, malah menikmatinya untuk menaikkan perolehan suara. Bahkan ada operasi khusus keliling daerah dari presiden untuk membagikan bansos secara langsung. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas