Pakar UI Sebut Amicus Curiae Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK
Pakar hukum UI mengatakan amicus curiae bukan bagian yang bisa dimasukkan sebagai alat bukti dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Febri Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Qurrata Ayuni, mengatakan amicus curiae bukan bagian yang bisa dimasukkan sebagai alat bukti dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, amicus curiae lebih diartikan sebagai sahabat pengadilan, dan hanya bersifat dukungan moral terhadap pengadilan sehingga tidak bisa dijadikan instrumen dalam menekan keputusan hakim.
"Semua pengadilan boleh punya amicus curiae, tapi enggak bisa memberikan sebagai bentuk dari salah satu alat bukti ya, itu enggak dikenal. Kedua, sifatnya itu sebagai bentuk dukungan saja, karena itu kan sebenarnya sahabat pengadilan ya," kata Qurrata Ayuni kepada wartawan, Rabu (17/4/2024).
Selain itu, Ayuni menekankan hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan.
"Itu bukan merupakan salah satu alat yang digunakan di dalam persidangan di MK, baik dari kedua belah pihak, baik dari pemohon maupun dari KPU," ujar dia.
Dia mengamini amicus curiae bisa diajukan oleh siapa saja. Namun, amicus curiae tidak dapat digunakan sebagai tekanan terhadap MK karena hakim bersikap independen.
"Ada prinsip bahwa kekuasaan kehakiman itu adalah independen, dia tidak bisa di-press by mass atau press by press, tidak bisa ditekan oleh massa atau ditekan oleh opini. Jadi dia tidak boleh ditekan oleh opini," ujar dia.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan mengatakan langkah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dianggap tidak tepat.
Menurutnya pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae bukanlah orang yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK), sementara Megawati meskipun mengajukan sebagai warga negara Indonesia, tetapi pada dirinya melekat jabatan ketua umum parpol.
“Amicus curiae pada prinsipnya itu bisa siapa saja yang mengajukan baik organisasi, perorangan, akademisi, profesional, praktisi dan lain-lain tetapi sepatutnya sebaiknya amicus curiae itu hadir bukan pihak yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa atau sedang diputus oleh Mahkamah,” ujar Abdul.
Baca juga: Feri Amsari Sebut Amicus Curiae Sangat Membantu Hakim Konstitusi Buat Putusan
Lebih lanjut, Abdul menjelaskan seharusnya yang mengajukan sebagai amicus curiae pihak independen yang memberikan dukungan kepada MK.
“Amicus curiae itu pada dasarnya pada prinsipnya dihadirkan diberikan kepada mahkamah orang-orang atau pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan langsung baik sebagai pemohon baik sebagai termohon maupun pihak terkait,” ucapnya.
“Jadi dia tidak berada pada tataran yang demikian sehingga disebut sebagai sahabat pengadilan maksudnya sahabat di sini yang memiliki keprihatinan yang memiliki dukungan. Keprihatinan dukungan ini tidak menjadikan pihak pada posisi yang sedang bersengketa itu yang dimaksudkan,” tandasnya.