MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres pada Senin Depan: Ini Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud dan AMIN
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, berharap kesimpulan itu akan menjadi bahan pertimbangan MK
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024).
Semua pihak penggugat dan tergugat telah menyerahkan kesimpulan kepada MK.
Berikut adalah kesimpulan tim Ganjar-Mahfud
Tim Hukum Ganjar Pranowo - Mahfud MD menyerahkan kesimpulan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Jelang Putusan Sengketa Pilpres 2024, MK Pastikan Tak Ada Deadlock, Jamin RPH Tak Bocor
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, berharap kesimpulan itu akan menjadi bahan pertimbangan MK dalam memutuskan PHPU.
"Kalau kita bicara kesimpulan ini, memang tidak dibacakan tapi majelis hakim akan menggunakan kesimpulan ini sebagai bahan untuk membuat putusan yang akan dibacakan pada tanggal 22," kata Todung di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Todung mengungkapkan terdapat lima kategori pelanggaran prinsipal dalam Pilpres 2024; pertama, pelanggaran etika.
"Pelanggaran etika ya, yang terjadi dengan kasat mata, dimulai dengan putusan MK Nomor 90, dan ini kalau kalian membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat," ujarnya.
Kedua, adalah nepotisme. Todung menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan kekuasaan untuk mendorong anaknya, yakni Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
"Nepotisme ini dilarang dalam hukum positif kita, ada TAP MPR yang melarang nepotisme, ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme, membangun satu dinasti," ucap Todung.
Ketiga, adalah abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Menurutnya, penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara masif pada proses Pemilu 2024.
"Abuse of power yang sangat terkoordinir, sangat masif dan ini terjadi di mana-mana, nah ini juga bisa menambahkan, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang masif sebagai akibat dari abuse of power yang terkoordinir," tutur Todung.
Keempat, yakni prosedural Pemilu. KPU, Bawaslu, dan pasangan calon nomor 02 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dinilai melakukan pelanggaran serius.
Baca juga: Pakar Hukum Ragu MK Bakal Diskualifikasi Gibran, Paling Mentok PSU di Sejumlah Daerah
"Ini anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan oleh Bawaslu, apa yang dilakukan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," ungkap Todung.
Kelima, adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU yakni sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).
Todung menganggap penggunaan Sirekap telah menimbulkan kekacauan yang mengakibatkan penggelembungan suara.
"Jadi saudara-saudara, ada banyak sekali pelanggaran yang kita bisa sebutkan spesifik lagi, saya bisa sebut dan ini kita semua sudah ulang berkali-kali, politisasi bansos, yang dilakukan terutama dalam tiga bulan terakhir menjelang pencoblosan," imbuhnya.
Kesimpulan tim AMIN
Tim Hukum Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar membawa 35 bukti tambahan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Menanti Putusan Sengketa Pilpres 2024, MK Ungkap Mekanisme Cegah Kebocoran Hasil RPH
"Ada 35 bukti tambahan yang kami sampaikan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kesimpulan ini," kata anggota Tim Hukum Anies-Muhaimin, Heru Widodo, setelah menyerahkan kesimpulan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Menurut Heru, bukti tambahan itu melingkupi sejumlah pelanggaran Pilpres 2024 mulai dari persyaratan calon, penyalahgunaan bansos, netralitas pejabat kepala daerah, dan IT.
"Semua kami sertakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kesimpulan yang kami sampaikan," ujarnya.
Selain itu, Heru menegaskan bahwa pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka belum menjadi pasangan calon terpilih.
Dia menuturkan, berdasarkan SK KPU Nomor 360, Prabowo-Gibran baru unggul berdasarkan penetapan hasil perolehan suara secara nasional.
Heru berpendapat bahwa keputusan KPU tersebut dapat dibatalkan MK.
"Sampai dengan hari ini belum ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih, baru unggul suaranya, tapi unggul suaranya itu kemudian dipermasalahkan oleh dua pasangan calon lainnya, dan besok akan diputuskan di hari Senin Insya Allah tanggal 22 (April 2024)," imbuhnya.
Bantah Pernyataan 4 Menteri
Dalam kesimpulannya, tim AMIN membantah pernyataan empat menteri yang memberikan keterangan di MK terkait bantuan sosial (Bansos).
Mereka meyakini bahwa ada penyalahgunaan anggaran negara melalui Bansos.
"Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam persidangan Mahkamah Konstitusi tanggal 5 April 2023 menyatakan: 'Penyusunan dan Penetapan APBN 2024 tidak dipengaruhi oleh Capres-Cawapres tertentu karena sudah ditetapkan jauh sebelum batas waktu pendaftaran'. Pernyataan Menkeu tersebut tidak sesuai dengan fakta," tulis Tim Hukum Amin dalam dokumen kesimpulannya.
Baca juga: Aksi Demo Dua Kubu Pro dan Kontra MK di Patung Kuda Sempat Diwarnai Saling Lempar Botol Hingga Batu
Mereka mempercayai bahwa ada intervensi APBN oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendukung salah satu Paslon. Tim AMIN kemudian menyertakan bukti pada lampirannya.
Mereka juga menyoroti pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy. Ia menilai kunjungan Presiden Joko Widodo tak banyak ke daerah miskin ekstrem dan rentan pangan.
"Dengan demikian keterangan Menko PMK Muhadjir Effendy yang tidak sesuai fakta itu membuktikan bahwa kemiskinan dan PSN hanya dalih untuk mengkamuflase kunjungan Presiden Jokowi ke daerah untuk pemenangan Paslon 02," bunyi kesimpulan.