Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sikapi Putusan MK soal Pilkada, KPU RI Bakal Konsultasi dengan Pemerintah dan DPR

Komisioner KPU RI, Idham Holik mengatakan pihaknya akan memperlajari Putusan MK a quo terlebih dahulu.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sikapi Putusan MK soal Pilkada, KPU RI Bakal Konsultasi dengan Pemerintah dan DPR
Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
Anggota KPU RI Idham Holik saat ditemui di kawasan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (19/8/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR menyikapi putusan  terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pengusungan calon kepala daerah di Pilkada.

Syarat pengusungan berkenaan ambang batas minimal dan perizinan bagi partai non seat DPRD tersebut dinyatakan MK melalu Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya akan memperlajari Putusan MK a quo terlebih dahulu.

"KPU RI akan memperlajari semua putusan MK berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur terntang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada," kata Idham saat dihubungi, Selasa (20/8/2024).

Baca juga: MK Tegaskan Batas Usia Calon Kepala Daerah Ditetapkan Sebelum Penetapan Paslon

Ia menuturkan setelah mempelajari semua putusan MK berkenaan UU Pilkada, nantinya KPU RI akan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR.

Idham menekankan konsultasi itu perlu dilakukan segera mengingat putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Berita Rekomendasi

"Pasca KPU mempelajari semua amar putusan terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR," jelasnya.

Lebih lanjut, Idham menyampaikan mengenai kemungkinan Peraturan KPU (PKPU) direvisi kembali setelah adanya sejumlah putusan MK terkait UU Pilkada.

"Jika memang dalam amar putusan MK menyatakan ada pasal dalam UU Pilkada berkenaan dengan pencalonan dinyatakan inkonstitusional, dan Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahkamah biasanya akan menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma," jelasnya.

"KPU nanti akan mengonsultasikannya dengan pembentuk Undang-Undang," imbuh Idham.

Putusan MK

Sebagaimana diketahui, MK mengabulkan bagian pokok permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait norma UU Pilkada yang mengatur ambang batas pengusungan calon di Pilkada.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5% (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.

Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.

"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.

Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas