Narasi SARA di Pilkada Jakarta: Respons PDIP dan Analisis Ahli
Masyarakat diimbau untuk tidak terpancing isu SARA yang beredar menjelang Pilkada.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDIP sekaligus Juru Bicara Tim Pemenangan Pramono-Rano, Chico Hakim merespons munculnya narasi isu SARA dalam kontestasi Pilkada serentak 2024.
Chico bahkan menyebut, ada upaya yang sengaja mengadu domba dari pihak yang tidak suka Pramono-Rano.
Baca juga: Pengamat Sebut Peran Ormas Keagamaan Masih Penting di Pilkada Jakarta
Hal itu disampaikannya merespons narasi di aplikasi pesan whatsapp bergambar poster foto pasangan Pramono-Rano dengan tulisan 'Rebut Kembali Jakarta! Setelah 5 Tahun Sebelumnya Dipimpin Anies dan Kelompok intoleran'.
Termasuk, poster 'Ahok Siap di Belakang Pramono-Rano. Ahok: Saya Bertanggung Jawab untuk Kemenangan Mas Pram dan Bang Rano'.
"Mereka lagi pusing melihat Ahokers dan Anak Abah lebih condong mendukung Pramono-Rano. Bahkan simpul-simpul pendukung kedua mantan gubernur itu aktif bergerak dengan masif untuk memenangkan Pramono-Rano," kata Chico, Selasa (15/10/2024).
Peneliti senior Trust Indonesia Research and Consulting, Ahmad Fadhli mengatakan bahwa narasi seperti itu wajar muncul dan akan merujuk pada kontestasi Pilkada 2017 lalu.
Apalagi, beda pendapat yang terjadi antara PDIP yang mengusung Pramono-Rano dengan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama dan Presidium Alumni (PA) 212 memang tak bisa dipungkiri.
"Pertama, konflik antara PDIP dengan GNPF atau PA 212 itu bukanlah dongeng belaka. Peristiwa itu pernah terjadi manakala PDIP ikut menjadi bagian dari koalisi politik yang menyorongkan Ahok-Djarot, yang merupakan kader tulen PDIP pada Pilgub Jakarta 2017," ujar Fadhli di Jakarta.
Baca juga: Bawaslu Beberkan Potensi Kerawanan Kampanye, Pencoblosan Hingga Penghitungan Suara di Pilkada 2024
Dia pun mengulas soal peristiwa kampanye Ahok-Djarot yang ditolak di berbagai tempat di Jakarta.
"Karena itulah, persinggungan keras itu akan berbekas dan tidak mudah dipulihkan," ujarnya.
Begitu juga sebaliknya. Fadhli menyebut PA 212 dan FPI tentu tidak akan serta merta menerima calon gubernur yang disorongkan PDIP.
Salah satu indikator yang nyata adalah komunikasi yang minim antara FPI/PA 212 dengan elite PDIP Jakarta.
Hingga kini, belum ada komunikasi formal yang terjalin antara elite PDIP Jakarta dengan kalangan ulama tersebut.
"Padahal pemilu kurang lebih tinggal 42 hari lagi. Belum ada tindakan apapun untuk menggaet segmentasi kelompok FPI/PA 212 yang notabene sebagian merupakan pendukung Anies Baswedan," jelas Fadhli.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.