Rasi, Beras Singkong Menu Pokok Warga Adat Cireundeu Cimahi Jabar
Warga Kampung Adat Cireundeu, Cimahi, Jabar masih mempertahankan rasi atau beras jagung sebagai makanan pokok sehari-hari mereka di era modern ini.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Suasana di Kampung Adat Cireundeu terasa tenang. Di gerbang kampung, pengunjung disambut sebuah saung dengan ucapan selamat datang dengan aksara Sunda dan tugu mungil Wangsit Siliwangi.
Meski disebut kampung adat, rumah-rumah di Cireundeu sudah modern, tidak seperti kampung adat lain seperti Kampung Naga di Tasikmalaya masih beratap ijuk aren.
Di sepanjang kampung, kita akan mendapati beberapa gazebo beratap ijuk dan Bale Saresehan yang digunakan untuk ritual adat, dan pagelaran seni budaya.
Kampung seluas 64 hektare, terdiri atas 4 hektare permukiman dan 60 hektare lahan pertanian, ini dihuni 400 keluarga yang menganut agama Sunda Wiwitan.
"Kampung Adat Cireundeu bukan waktu sebentar, sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masyarakatnya tetap ajeg (ada) karena di dalamnya ada kekuatan tradisi, budaya, dan ritual," ujar Abah Widiya (60) kepada Tribun Jabar Tribun Network.
Abah Widiya mengatakan, warganya sangat kuat menjalani adat dan tradisi sehingga tetap lestari sampai sekarang.
Ritual besar yang dijalankan sampai sekarang adalah peringatan Tahun Baru 1 Sura.
Di dalamnya ada upacara Nutup Taun (Tutup Tahun) dan Ngemban Taun (Menyambut Tahun Baru) Saka dalam penanggalan Sunda.
Meski begitu, warga kampung Cireundeu tidak menolak modernitas, dan optimis menatap masa depan, termasuk menatap 2023.
Seperti masyarakat modern lain, warga di kampung ini juga mempunyai ponsel untuk berkomunikasi.
"Perkembangan zaman dan teknologi tak pernah ditolak karena itu masuknya menjadi kebutuhan. Tapi, kami juga punya konsep dan aturan, seperti tetap gelar ritual dan pertemuan sesepuh, jadi serangan kemajuan zaman akan tetap terjaga dengan cara-cara seperti itu," ujarnya.
Namun jangan coba-coba mengusik tanah mereka. Abah Widiya bercerita, pada 2018 di sebuah bukit di Cireundeu akan dibangun perumahan dan pada 2019 akan dibuka jalur off road.
Sontak warga merapatkan barisan menolak rencana itu.
Menurut Abah Widiya, warga dan pemerintah harus bersinergi untuk menjaga alam. "Harus ada untuk menjaga alam," katanya.
"Konsep orangtua kita dulu juga ada tata ruang, dan itu sudah jadi aturan yang enggak boleh dilanggar karena pamali, sehingga kalau sudah enggak boleh, ya jangan diubah," ujarnya.(Tribunnews.com/TribunJabar/Hilman Kamaludin)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI :
Baca Selanjutnya: Warga kampung adat cireundeu melek teknologi tapi makanan pokok rasi masih diatur hukum adat