Gara-gara Mancing Cara Kuno, Konten Videonya Langsung Melejit
Daeng Lala jadi inspirator di Baubau, Sultra sebagai pionir kreator konten mancing di laut menggunakan teknik kuno.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BAUBAU – Jumlah pelanggannya (subscriber) di kanal You Tube kini hampir satu juta. Tepatnya, 928 ribu subscriber.
Kontennya berisi rekaman video aktivitas memancing di laut teknik kuno. Dialah Daeng Lala, konten kreator You Tube dari Baubau, Sulawesi Tenggara.
Daeng Lala mengaku tak pernah tebersit pikiran jadi ‘yutuber’ atau konten kreator di platform video berbagi itu.
Sampai kemudian pandemi Covid-19 menjelang. Sebelum wabah menerjang Indonesia, Daeng Lala bekerja di perusahaan migas nasional di Makassar, Sulawesi Selatan.
Lalu dia kembali ke Baubau, dan menghabiskan waktu dengan memancing di laut.
Awalnya dia sewa perahu milik nelayan untuk menyalurkan hobi lamanya. Dia menggunakan pancing modern.
Stik, reel, dan alat pancing impor dia beli dengan harga tiga hingga empat kali lipat dari harga di Pulau Jawa dan Makassar.
Di titik ini, dia mulai membuat Channel Youtube Daeng Lala. Konten yang diupload masih sederhana, dan seputar memancing di perahu.
Tanpa sengaja, saat air laut Pantai Lakeba Baubau surut di malam hari, dia ikut menangkap ikan bersama beberapa nelayan tradisonal tetangganya.
Bukan alat pancing dan kail, si nelayan membawa tombak dan lampu penerang listrik. Keesokan harinya video ini diunggah bersama video cara memancing teknik handliner.
Umpannya ikan hidup, sebesar jari telunjuk orang dewasa. Kurang dari 24 jam, video itu sudah meledak alias ‘booming’.
“Penontonnya kebanyakan dari Malaysia dan Singapura, saya kaget,” aku Daeng Lala. Belajar dari teknik memancing tradisional bersama tetua kampung, Daeng Lala mulai serius.
Konten-konten garapannya hanya seputar memancing, mengolah mahluk hidup laut dan pesisir, dan cara memasaknya jadi makanan rumah tangga ala Buton dan kepulauan Tukang Besi dan nelayan manusia Bajo.
Kesuksesan sebagai ‘content creator’ You Tube pun dimulai sejak itu, 2019.
Siapa sosok Daeng Lala? Ia lahir April 1984 di Kampung Lipu Morikana. Nama aslinya pendek, Lala saja.
Nama dengan huruf ‘sederhana’ ini memang tipikal nama warga kampung di gugus kepulauan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Sematan Daeng di depan namanya, dipakai saat tinggal di Kota Makassar dari 2015 hingga 2018.
“Kata Daeng itu saya pakai karena itulah akun Facebook pertama saya buat di Makassar,” katanya.
Inisiatif nama depan itu, juga karena pertimbangan Daeng adalah nama sapaan untuk manusia pekerja dari wilayah timur Indonesia.
Ia adalah anak kedua dari empat saudara pasangan nelayan-Tukang kayu dan ibu rumah tangga.
Ayahnya Lahewu, pernah menjadi satpam di Depo Pertamina Terminal BBM Baubau, di Sulaa, Betuambari, sekitar 2,3 kilometer dari pusat Kota Baubau.
Ibunya Wahima, juga masih kerabat ayahnya di Lipu, ini sekitar 2,5 km sebelah utara di luar Benteng Keraton Buton.
Daeng besar bersama sekitar 1.000-an keluarga Kampung Lipu, sekitar 1,7 km dari Pantai Lekeba.
“Mata pencaharian warga di sini tidak tetap tapi punya kebun. Bisa tukang batu, tukang kayu, dan mencari ikan untuk dimakan dan dijual di pasar,” kata La Tuba (48), tetangga Daeng Lala, yang bekerja jadi satpam di sebuah rumah hiburan di sekitar Pantai Lakeba.
Wa Laihu (49 tahun), pemilik kedai kopi dan kue di dekat Pondok Pancing Daeng Lala, mengisahkan, sejak kecil Daeng Lala termasuk, anak patuh dan selalu membantu orangtuanya memancing di laut.
Daeng Lala adalah alumnus SDN 1 Katobengke dan SMPN 3 Kotabengke, Baubau.
Untung mengongkosi sekolah anak-anaknya, La Hewu juga bekerja sebagai satpam di Depo BBM Pertamina Baubau, sekira 1,7 km dari rumahnya.
Daeng Lala termasuk anak gigih yang ‘dipaksa’ untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Seperti 90-an persen warga Lipu, kelahiran 1960-an dan 1970-an, ayah dan ibu Daeng Lala, sudah bangga jika tamat sekolah dasar.
Dengan nilai bagus di SMP, Daeng Lala sempat lulus di SMAN 3 Baubau.
Namun karena juga ikut membantu ekonomi keluarga, dia mendapat ijazah sekolah menengah atas di SMA Batara Guru.
Ini salah satu sekolah swasta tertua di Pulau Buton. Setamat SMA, 2003, Daeng Lala juga melanjutkan kuliah di Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Baubau.
Saat kuliah, kegigihan Daeng Lala, untuk bertahan hidup sesuai ilmunya, ia mendirikan jasa pengetikan dan rental komputer.
Rumah panggung orangtuanya di Kampung Lipu Katobengke, Jalan Dayanu Ihsanuddin, Baubau, diubah jadi “ruang pengetikan.”
Ilmu instalasi komputer jaringan, dan teknik mengetik 10 jari, dia menyasar mahasiswa dan pelajar yang ngekos di sekitar kampungnya.
“Kadang saya dia begadang sampai subuh untuk ketik pesanan tugas mahasiswa,” kata Harianto (31), salah seorang tetangga Daeng Lala.
Dengan pendapatan tetap, Daeng Lala menikahi kerabat sekaligus tetangganya, Vikha.
Selepas kuliah dia pun diterima bekerja di bagian logistik dan suplai BBM di kantor Pertamina Baubau pada 2011.
Kariernya menanjak. Dia mengurusi suplai dan pembelian BBM untuk wilayah Bau-Bau, dan timur Indonesia.
Tahun 2016, Daeng Lala pun mendapat tugas kerja ke Makassar.
“Saya sempat tinggal di lorong dekat asrama Brimob KS Tubun dan Pasar Senggol, lalu pindah ke Rappocini.”
Tahun 2019 dia ditugaskan kembali ke Baubau dan melayani suplai BBM industri nikel dan tambang di Morowali, Sulawesi Tengah, ke Ternate, hingga ke Bima, Nusa Tenggara Barat.(Tribunnews.com/TribunSultra.com/Thamzil Thahir)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Sosok daeng lala inspirator youtuber kampung penjaga tradisi memancing di baubau pulau buton