Ratih Gadis Subang Lulusan Universitas Terbuka Bandung Pimpin Sekolah di Desa Terpencil
Ratih, gadis lulusan Universitas Terbuka Bandung mendirikan sekolah di dusun terpencil Sukanegara, Cibitung, Ciater, Subang, Jawa Barat.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, SUBANG – Ratih, gadis Subang lulusan Universitas Terbuka Bandung, mendirikan dan kini memimpin sekolah di wilayah terpencil, Dusun Sukanegara Desa Cibitung.
Cibitung masuk wilayah Kecamatan Ciater. Sementara Ciater adalah daerah wisata di pegunungan yang terletak antara Bandung dan Kabupaten Subang.
Bersama warga Cibitung, Ratih mendirikan SMP dan SMK Triyasa sejak 2015. Bangunan sekolah didirikan Yayasan Tri Januar Bekti dan saat ini memiliki memiliki 30 siswa.
Semua siswa berasal dari Desa Cibitung, Kecamatan Ciater. Ratih terpanggil karena selama ini banyak anak Cibitung hanya lulus SD.
Setelah itu bekerja atau menikah. "Saya ingin membantu mencerdaskan anak-anak Desa Cibitung agar punya pendidikan tinggi,” kata Ratih di Subang, Rabu (29/3/2023)
Minimnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, umumnya ada di warga Cibitung, desa terpencil yang berada di perbukitan kawasan Kecamatan Ciater.
Minimnya fasilitas pendidikan dan akses jalan yang jauh harus melintasi perbukitan terjal dan jurang, membuat masyarakat di Desa Cibitung tak begitu mementingkan Pendidikan.
Rata-rata masyarakat di desa tersebut pendidikannya hanya SD hingga SMP.
Selain rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan minimnya fasilitas pendidikan serta faktor ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah yanga kebanyakan berprofesi sebagai buruh tani.
Membuat masyarakat di Desa Cibitung yang memiliki anak perempuan lebih memilih menikahkan anaknya ketimbang sekolah ke tingkat SMA/SMK.
Karena itu banyak terjadi pernikahan dini di daerah tersebut.
Sementara bagi yang memiliki anak laki-laki, warga di desa tersebut memilih anaknya untuk dipekerjakan sebagai kuli panggul atau di perkebunan menjadi pemotong kayu Illegal logging (penebangan liar).
Menyaksikan hal itu, Ratih berusaha mengubah pemahaman masyarakat desa tersebut agar sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.
Menurutnya, Desa Cibitung ini daerah terbelakang dan jauh dari pusat pemerintahan, lingkungannya masih hutan belantara, sehingga masyarakat nya tak begitu mementingkan pendidikan.
"Pendirian sekolah ini berawal dari keprihatinan saya melihat rendahnya tingkat pendidikan dan banyaknya pernikahan dini di desa Cibitung Kecamatan Ciater," katanya
"Di Desa Cibitung ini, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah, fasilitas pendidikan pun sangat minim sekali, dan banyaknya pernikahan dini," imbuhnya
"Bangunan sekolah ini didirikan oleh Bapak Heri, beliau mendapatkan warisan dari orang tuanya semuanya dibangunkan sekolah ini yang saat ini memiliki 3 ruang kelas dan 1 ruang guru dan ada juga donatur dari PT PRM,” tutur Ratih, yang saat ini jadi Kepala SMK Triyasa
Ratih, juga mengaku prihatin, masyarakat Desa Cibitung ini lebih memilih menikahkan anaknya ketimbang melanjutkan sekolah ke tingkat SMP-SMA/SMK
"Masyarakat di sini beranggapan untuk apa sekolah? Lebih baik menikah untuk anak perempuan. Sementara untuk anak laki-laki di pekerjakan di perkebunan sebagai pemotong kayu," ungkapnya
"Rata-rata pendidikan masyarakat di Desa Cibitung SD sampai SMP. Prinsip masyarakat di sini yang penting anak sudah bisa baca dan nulis sudah cukup, tak perlu sekolah tinggi-tinggi," imbuhnya
Ratih mengungkapkan anak-anak di sini, umumnya lulus SD langsung nikah. Dengan kita mendirikan SMP diharapkan bisa mengurangi pernikahan dini.
"Mudah-mudahan keberadaan SMP dan SMK Triyasa yang saya dirikan ini walapun banyak halang rintang, tapi tujuan utamanya untuk mencegah pernikahan dini, meningkatkan tingkat pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta membantu warga tak mampu untuk mendapatkan Pendidikan," tuturnya.
"Yang sekolah di sini ada 30 siswa yang berasal dari para orangtua yang masih memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan tidak memilih menikahkan anaknya," ucapnya
Bahkan, kata Ratih, ada juga yang sudah sekolah terus berhenti demi menikah. Selain itu ada juga yang sudah beres ujian belum keluar ijasah langsung dinikahkan.
"Semua itu terjadi tak lepas dari prinsip masyarakat, buat apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya ke dapur. Pola pikir masyarakat di Desa Cibitung ini belum berkembang, harus sama-sama kita ubah agar masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan," katanya
Ratih berharap, sekolah SMP SMK Triyasa ini bisa diperhatikan lebih oleh pemerintah. Sekalipun di pelosok, ia berharap ke depan sekolah ini bisa lebih baik dan lebih layak lagi bangunannya.
"Semoga ke depan sekolah ini bisa lebih maju, bangunannya bisa lebih layak, karena sebelum ada bangunan ini, para pelajar di sini belajar di saung," ucapnya
Sementara untuk pengajar, kata Ratih, umumnya merupakan anak didiknya waktu SMP/SMK kemudian melanjutkan ke UT Bandung dan mengabdikan ilmunya di desa itu.
"Untuk guru dari luar, kita tak punya karena mungkin jarak lokasi sekolah ini di lokasi terpencil dan honor juga kita masih belum layak, sehingga kemungkinan tak akan ada yang mau mengajar di daerah terpencil seperti desa Cibitung ini," ujarnya.(Tribunnews.com/TribunCirebon/Ahya Nurdin)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Gadis cantik asal ciater subang ini dirikan sekolah di daerah terpencil perbukitan