Sumiran Pria Lulusan SMP di Tanah Laut Kalsel Ciptakan Detektor Banjir Empat Bahasa
Sumiran, warga Tanah Laut, Kalsel menciptakan detektor banjir empat bahasa. Sumiran hanya lulusan SMP tapi mahir mereparasi elektronik.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN – Sumiran, warga Dusun Sungaikembang, Desa Gunungmakmur, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan tak lulus SMP.
Namun buah ketekunannya berhasil menciptakan alat pendeteksi banjir multibahasa.
Bahkan alat yang berupa rangkaian sederhana tersebut memenangi juara 1 Lomba Kreasi dan Inovasi Teknologi Tepat Guna (TTG) Tala 2022.
Karena itu, Sumiran mewakili daerah agraris ini pada lomba serupa tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada Mei 2023.
"Saya tak menyangka menang karena cuma orang kampung, sekolah juga tak tinggi. Niat cuma satu, semoga alat yang saya ciptakan bermanfaat untuk orang banyak," ucap Sumiran di kediamannya saat ditemui jurnalis Banjarmasin Post Tribun network, Minggu (2/4/2023).
Menjangkau rumah bapak dua anak di RT 18 Dusun 5 tak mudah. Panduan melalui GPS mesti menapaki jalan hampir dua kilometer yang kondisinya cukup becek dan berlubang.
Namun ada juga akses yang lebih dekat dan lebih nyaman. Rumah Sumiran terletak di tepi jalan poros, berkonstruksi beton berdinding batako yang belum diplester.
Sisi kanan depan rumahnya berupa kios kecil yang merupakan bengkel service elektronik/kendaraan bermotor miliknya.
"Selain petani, pekerjaan saya memang seorang tukang service terutama service parabola, mesin cuci, kulkas dan barang elektronik lainnya. Memperbaiki kendaraan juga bisa," tutur Sumiran.
Lelaki 39 tahun berperawakan ramping ini mengaku berpendidikan rendah, cuma lulusan SMP Takisung tahun 2000. Namun sejak kecil dirinya memang teramat menyukai elektronik.
"Dulu, sampai rusak tape recorder milik orangtua saya karena saya bongkar, saya otak atik. Saya pasang alat ini itu, saya modifikasi pakai mikrofon hingga bisa bersuara sangat nyaring," kenangnya.
Seiring waktu, ia kemudian mulai mencoba memperbaiki barang elektronik yang rusak seperti radio, kipas angin dan sejenisnya.
Ternyata berhasil sehingga makin semangat untuk mencoba memperbaiki barang yang lebih besar seperti mesin cuci dan kulkas.
Akhirnya di kampungnya, Sumiran mulai dikenal sebagai tukang service sehingga kemudian banyak tetangga yang memanfaatkan jasanya.
Termasuk memperbaiki parabola hingga kendaraan bermotor. Selain sibuk dengan pekerjaannya itu, Sumiran juga memiliki kepedulian besar terhadap lingkungan.
Ia turut gundah ketika bendungan yang berada di Desa Benua Tengah ( Kecamatan Takisung) beberapa kali meluap saat terjadi curah hujan berintensitas tinggi hingga menyebabkan banjir.
Bahkan pada pertengahan Januari 2021 saat Tala dilanda bencana alam besar, bendungan tersebut jebol.
Dampaknya, rumah warga di sekitarnya kebanjiran, tanaman pertanian tenggelam, hingga jalan raya Takisung di wilayah setempat sempat tenggelam tak bisa dilintasi selama beberapa jam.
Hal itu mendorong Sumiran untuk memutar otak mencari cara meminimalisasi risiko ketika hal serupa terjadi kembali.
"Itulah yang mendasari saya menciptakan alat deteksi banjir multibahasa. Tujuannya agar ketika kondisi debit waduk rawan, warga sekitar bisa bersiap-siap mengamankan diri," ucap Sumiran.
Perlengkapan yang ia gunakan sederhana untuk membikin alat deteksi banjir tersebut.
Hanya berupa komponen elektronik, arduino (pengendali mikro), penyimpanan data. sensor air, pemancar radio FM, mikrofon, pipa paralon, dan rangka besi penyangga.
Sumiran menambahkan empat bahasa pada alat tersebut yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Banjar, dan Jawa.
Secara otomatis ketika debit waduk dalam kondisi mulai rawan (hampir meluap), maka akan muncul suara pemberitahuan berupa rekaman suara dalam empat bahasa tersebut.
Cara kerjanya sederhana. Ketika sensor yang dipasang pada pipa (bagian bawah) tersentuh air maka otomatis akan muncul rekaman suara pemberitahuan tersebut agar warga waspada.
Pada sensor berikutnya ketika kondisi debit waduk telah berada pada kondisi rawan maka akan muncul suara sirine nyaring. Artinya, warga sekitar harus segera mengungsi.
"Sensornya bisa disesuaikan dengan ketinggian permukaan air waduk yang dianggap mulai rawan dan rawan. Gampang saja ngaturnya," papar Sumiran.
Alatnya tersebut berukuran kecil karena hanya untuk lomba. Jika diaplikasikan di waduk perlu dibikin yang berukuran lebih besar.
Dirinya siap membikin itu jika diperlukan misal diminta pemerintah kecamatan atau desa.
Lebih lanjut ia menuturkan alat deteksi banjir multibahasa tersebut dilengkapi pemancar radio pada jalur frekuensi modulasi (FM).
Jadi, terkoneksi dengan radio yang ada di tempat ibadah seperti masjid yang memiliki perangkat pengeras suara berjangkauan luas.
Ketika sensor alat deteksi banjir tersebut menginformasikan agar waspada dan kondisi bahaya (suara sirine), maka otomatis langsung didengar luas oleh masyarakat melalui pengeras suara di masjid.
"Jadi, radio yang ada di masjid cukup dihidupkan pada gelombang FM pada alat itu," jelas Sumiran.(Tribunnews.com/Banjarmasinpost.co.id/Idda Royani)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Hanya lulusan smp warga pelosok tanahlaut kalsel ini ciptakan alat deteksi banjir multibahasa