Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kakek Lumpuh Tewas Ditikam Putra Kandung

justru menjadi sasaran mematikan dari anaknya, Yulianus Hitipeo (29).

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Kakek Lumpuh Tewas Ditikam Putra Kandung
Istimewa
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM,DEPOK--Royke A Hitipeo (63) tak berdaya. Kakek usia 63 tahun itu menderita stroke yang mengakibatkannya lumpuh, sejak beberapa tahun lalu.

Malam itu, Minggu (8/12), sekitar pukul 21.00 WIB, dalam keadaan tak berdaya, ia berebah di pojokan ruang tamu, justru menjadi sasaran mematikan dari anaknya, Yulianus Hitipeo (29).

Royke tewas bersimbah darah di tangan anaknya.Malam itu, Yulianus yang telah memberi dua cucu buat Royke, membabibuta, melampiaskan amarah yang sudah menahun dia pendam. Dalam keadaan mabuk alkohol, ia pulang ke kediaman orangtuanya di Jalan H Icheng, Palsigunung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Ia sempat tertidur di lantai teras rumahnya. Namun tiba-tiba saja terbangun lalu terlibat cekcok mulut dengan ayahnya, yang sudah sulit berbicara karena stroke, dan terjadilah pembunuhan.

Salamah (55), istr Royke sekaligus ibunda tersangaka Yulianus, saat ditemui Tribun di kediamannya, Selasa (11/12) mengaku tidak tahu pemicu cekcok mulut orang-orang yang dia cintai itu. Ia mengaku takut, dan memutuskan untuk keluar meminta bantuan putranya yang paling tua, Petrus.

"Petrus menengahi ribut itu. Yulianus akhirnya makin marah, dia lalu mengejar saya dan abangnya. Kami semua lari kemudian," katanya.

Salamah mengaku terus belari karena ketakutan, hingga ia terpisah dari putra tertuanya. Sampai beberapa saat ia dapati Yulianus sudah tidak lagi di belakangnya, barulah kembali ke kediamannya. Di jalan, ia bertemu salah seorang tetangganya, yang memberitahu perempuan kelahiran Condet, Jakarta Timur itu kabar buruk.

Berita Rekomendasi

Ternyata Yulianus kembali ke rumah, dan menikamkan sebilah pisau dapur tepat di bawah ulu hati Royke. Saat sampai di kediamannya, ia dapati sang suami sudah dibawa ke rumah sakit. Sedangkan Yulianus sudah diamankan salah seorang tetangganya yang merupakan anggota Polri.

"Anak saya sempat dipukuli, akhirnya saya lerai, saya bilang ke warga untuk jangan main hakim sendiri. Biar bagaimanapun juga dia tetap anak saya," kata Salamah.

Setelah itu, Salamah dan sejumlah anaknya pergi ke rumah sakit Tugu Ibu, Cimanggis tempat Royke dibawa. Namun rumah sakit tersebut tidak sanggup menangani luka Royke, bapak delapan anak itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Di rumah sakit tersebut akhirnya Royke menghembuskan nafas terakhirnya."Dia (Royke) manggil-manggil nama saya, terus ngorok, lalu meninggal," ujarnya.

Sementara itu Yulianus digelandang ke Markas Polsek Cimanggis di Jalan Raya Bogor untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pisau dapur yang digunakan untuk menusuk Royke pun turut diamankan petugas Kepolisian sebagai barang bukti.

Salamah mengaku sampai sekarang tidak mengetahui penyebab keributan antara anak dan suaminya. Ia agak sulit membayangkan cekcok mulut itu, pasalnya Royke susah berbicara dan mulai pikun, sehingga ia tidak yakin suaminya memprovokasi Yulianus untuk cekcok.

"Sampai sekarang saya belum pernah ketemu dia (Yulianus) lagi, saya tidak tahu keadaannya sekarang," katanya.

Kisah lain didapat dari Lukman (22), adik kandung tersangka dan juga putra kandung korban. Lukman mengaku sering menjadi tempat curahan hati tersangka Yulianus. Si kakak mengeluhkan ayah kandungnya sejak kecil, sering diperlakukan tidak adil.

"Abang saya ini dia di rumah merasa diasingin, dianaktirikan, dipilih kasihi. Jadi dia itu cemburu. Terutama sama kakak pertama saya," ujar Lukman.

Lukman mencontohkan, saat anak kedua tersangka jatuh sakit, Yulianus sempat mengadu kepada orangtuanya. Namun ia tidak diacuhkan. Sampai akhirnya putra kedua tersangka meninggal karena leukimia.

Tersangka juga sering sakit. Oleh dokter ia diminta periksa ke rumah sakit, untuk memastikan kemungkinan leukimia yang diidapnya. Namun ketika tersangka mengeluh ke orangtuanya, lagi- lagi orangtuanya seolah tidak mengacuhkan.

"Padahal, waktu abang saya yang pertama jatuh, pas tahu, ibu saya langsung bergegas pergi ke sana. Jadi tersangka emang kesel merasa sering diperlakukan nggak adil," imbuh Lukman.

Lukman menceritakan ucapan tersangka di depan polisi yang tidak menunjukkan penyesalan. "Dia (tersangka) bilang di depan polisi, saya (tersangka) dari kecil nggak pernah disekolahkan. Duit bapak (korban) nggak tau ke mana, saya (tersangka) nggak pernah makan duit dia. Sampe ibu saya harus jadi tukang urut," ujar Lukman menirukan ucapan kakaknya.

Ditambah lagi, lanjut Lukman, pada saat kejadian tersangka dalam keadaan mabuk sehingga mungkin ia tidak mampu lagi menahan emosinya dan terjadilan peristiwa mengerikan itu.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas