Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PAM Jaya Minta Perlindungan Hukum

PT Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PAM Jaya) meminta perlindungan hukum dan keadilan

Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--PT Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PAM Jaya) meminta perlindungan hukum dan keadilan. Hal ini terkait gugatan warga negara mengenai swastanisasi air minum yang tengah ditangani Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Untuk itu, PAM Jaya menyampaikan surat terbuka pada hari ini, Senin, 24 Juni 2013 yang ditandatangani Direktur Utama PT PAM Jaya Sriwidayanto Kaderi dan dikirimkan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara Gugatan Warga Negara dari 12 orang WNI dengan  Nomor Perkara:  527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST.

Gugatan tersebut menempatkan PAM Jaya bersama-sama dengan Presiden, Wakil Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, DPRProvinsi DKI Jakarta dan dua perusahaan swasta PT PAM Lyonnaise Jaya (PT Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) sebagai tergugat.

Kuasa Hukum PT PAM Jaya Abdul Fickar Hadjar dari kantor pengacara WSA Law Firm mengatakan, proses hukum yang cepat akan lebih baik sehingga dapat segera diperoleh kepastian hukum dalam pelaksanaan kerjasama antara PAM Jaya dan mitra swasta, yaitu PT Palyja dan PT Aetra.

 "Pada prinsipnya kami meminta perlindungan hukum dan keadilan untuk gugatan yang substansi perkaranya belum dipersidangkan agar segera diputuskan di PN Jakarta Pusat. Hal ini akan menciptakan kepastian hukum dan dapat mengurai persoalan mengenai pengelolaan air minum di Jakarta secara adil dan transparan," kata Fickar, Senin

Dalam rilisnya kepada Tribunnews.com dijelaskan dengan adanya keputusan dari PN Pusat, penggugat sebagai warga negara dan konsumen air Jakarta dapat melihat dengan jelas akibat dari perjanjian kerjasama terhadap kemampuan PAM Jaya selaku BUMD yang sah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memberikan layanan kepada penduduk Jakarta.

Majelis Hakim PN Pusat seharusnya sudah  memutuskan keputusan sela untuk gugatan warga negara ini pada 18 Juni 2013, namun ditunda dan dijadwalkan kembali pada 25 Juni 2013. Fickar menegaskan, PAM Jaya menghormati proses hukum berikut hasilnya dan siap melaksanakan apapun yang menjadi putusan pengadilan.

"Apabila Majelis Hakim memutuskan bahwa PN Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara ini maka kami akan mengikuti keseluruhan proses dengan sebaiknya-baiknya dan akan konsisten dengan penegakan hukum. Sementara apabila Majelis Hakim memutuskan sebaliknya maka kami juga berkomitmen untuk mematuhi putusan tersebut dan bersedia serta siap mengikuti proses hukum selanjutnya apabila ada," ujarnya.

Dengan berlanjutnya perkara perdata hingga keputusan yang bersifat inkrah, diharapkan dapat menjadi bekal bagi PAM Jaya  untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan air yang berkualitas dan terjangkau.

Iskandar Sonhadji, rekan Fickar yang juga kuasa hukum PAM Jaya dari kantor pengacara WSA Law Firm mengatakan PAM Jaya melalui surat ini juga menyampaikan komitmennya untuk  sebaik-baiknya melaksanakan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.709 Tahun 2013 yang memberikan tugas untuk melaksanakan program pengembangan pelayanan air minum masyarakat berpenghasilan rendah.

Sebagai langkah awal, PAM Jaya dengan dana sendiri telah menyiapkan anggaran sebesar Rp30 miliar sepanjang 2013. Program tersebut akan dimulai dengan memberikan layanan kepada penduduk di Rumah Susun Pluit dengan memanfaatkan air dari Waduk Pluit dan akan dilanjutkan dengan area lain.

Menurut Iskandar, perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan PT Palyja dan PT Aetra seperti telah diketahui oleh umum memang merupakan perjanjian yang tidak seimbang. Perjanjian tersebut dengan baik melindungi swasta dari risiko-risiko bisnis dengan cara mengalihkan risiko-risiko tersebut ke pelanggan, PAM Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Hal demikian dapat timbul karena perjanjian tersebut dibuat pada saat transparansi dan akuntabilitas belum terbangun seperti sekarang ini.

“Akibat dari ketidakseimbangan kontrak kerjasama tersebut, PAM Jaya hingga bulan Mei 2013 harus menanggung utang hingga sebesar Rp 590,68 miliar,” tegas Iskandar.

Arif Maulana, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengatakan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) dengan Serikat Pekerja Air Indonesia (SPAI) dan Serikat Pekerja Air Jakarta (SPAJ) mengkhawatirkan adanya penundaan waktu pengambilan keputusan sela oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat.

"Penundaan ini memperlambat proses pemeriksaan perkara persidangan dan terus melanggengkan pelanggaran hukum yang terjadi dalam kontrak swastanisasi air di Jakarta. Berdasarkan pengalaman peradilan di Indonesia menunjukkan, penundaan waktu membuka ruang mafia peradilan bermain," kata Arif.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas