Jumlah Pendaftar Kartu Jakarta Sehat di Kebon Jeruk Tinggi
Mereka hendak mengajukan permohonan Kartu Jakarta Sehat (KJS) maupun untuk mengambil KJS yang sudah jadi

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamis (5/9/2013), di lantai empat bangunan Puskesmas Kebon Jeruk, puluhan orang tampak mengantre di depan pintu ruangan Tata Usaha. Mereka hendak mengajukan permohonan Kartu Jakarta Sehat (KJS) maupun untuk mengambil KJS yang sudah jadi.
Yati, warga jalan kampung Guji 52, Kebon Jeruk, Jakarta Barat adalah salah satu dari mereka. Ia baru saja memasukkan berkas permohonan KJS.
"Sebenarnya sudah ada, tapi kemarin masih ikut ibu. Sekarang saya sudah punya KK sendiri," katanya.
Dia menuturkan bahwa proses pengajuan KJS di Puskesmas Kebon Jeruk tidak terlalu rumit.
"Saya cuma ninggal berkas aja. Nanti jadinya beberapa bulan lagi, katanya karena ini gelombang kedua," kata Yati yang mengaku senang dengan adanya KJS.
Pengguna KJS di Puskesmas Kebon Jeruk memang cukup tinggi. Hingga akhir Agustus, tercatat jumlah pasien yang menggunakan KJS maupun pengajuan KJS di sana sudah mencapai 95.511 data. Angka tersebut belum termasuk ribuan berkas pengajuan KJS yang saat ini masih menumpuk di bagian Tata Usaha, yang masih sedang diproses.
"Pemohon KJS juga sampai hari ini masih sangat banyak. Ada ribuan berkas yang menumpuk sedang diproses satu-satu," kata Siti, Koordinator KJS Puskesmas Kebon Jeruk.
Menurut Siti, pihaknya tidak serta merta mengeluarkan KJS bagi pemohon. Ada sesi tanya jawab singkat. Sebab, menurutnya, banyak kasus terjadi, misalnya pemohon yang sebelumnya sudah memiliki asuransi dia mengajukan KJS.
"Kita bisa lihat dari KK-nya (Kartu Keluarga). Pernah ada kasus dia keluarga PNS, minta dibuatkan KJS, padahal dia sudah punya asuransi lainnya, Askes," kata perempuan cantik itu.
Ditambahkan Marjoni Hutabarat, Kasubag Tata Usaha Puskesmas Kebon Jeruk, banyak juga masyarakat yang mengaku kenalan dari pejabat hanya demi pengajuan KJS-nya dikabulkan.
"Ada yang ngaku punya nomor teleponnya Pak Jokowi, ada yang ngaku kenal pejabat," kata Marjoni.
Persoalan lain penggunaan KJS, imbuh Marjoni, yakni saat ada pasien yang memaksa meminta surat rujukan ke rumah sakit yang mereka inginkan.
"Kita yang bingung karena mereka pakai layanan gratis. Beda kalau sebelum ada KJS, mereka bisa mudah dapat surat rujukan. Kalau sekarang pasien yang akan dirujuk harus mendapatkan persetujuan dari dokter. Memang, dari sisi kemanusiaan harusnya kita berikan surat itu. Tapi kita juga ada aturan. Apalagi beberapa keluarga pasien sering menunjuk sendiri rumah sakit yang akan menjadi tempat rujukan. Padahal, rumah sakit rujukan kita hanya dua, RSUD Cengkareng dan RSUD Tarakan," terang Marjoni.
Memang, tanpa KJS pun sebenarnya masyarakat bisa berobat secara gratis. Dengan menunjukkan KTP DKI Jakarta, pengobatan mereka tidak dikenakan biaya. Jika pasien menggunakan KTP non Jakarta, hanya membayar biaya administrasi sebesar Rp 2000.
"Permasalahannya, kita jadi nggak tahu mana orang miskin dan mana orang kaya. Asal punya KTP DKI, tidak dikenakan biaya. Jadi tergantung hati nurani masing-masing saja. Masak datang dengan mobil mewah dia nggak malu berobat gratis?"