Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

20 Rumah di Kampung Apung Rawan Ambruk

Beberapa saat lalu, sebuah rumah milik warga bernama Imin, ambruk pada bagian depannya

zoom-in 20 Rumah di Kampung Apung Rawan Ambruk
Warta Kota/Feryanto Hadi
Rumah warga di Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat terancam ambruk 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keadaan rumah-rumah di Kampung Apung di Rt 10 Rw 1 Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat saat ini sudah begitu memprihatinkan. Beberapa saat lalu, sebuah rumah milik warga bernama Imin, ambruk pada bagian depannya.

Saat ini rumah itu dibiarkan begitu saja karena tidak ada biaya untuk melakukan perbaikan. Juhri, tokoh warga di kampung Apung menyebut apa yang terjadi dengan rumah Imin bisa saja terjadi dengan rumah-rumah lainnya di Kampung Apung. Sebab, kata dia, semakin lama tinggi permukaan air meningkat dan mendorong kayu penyangga.

"Banyak rumah di sini yang hanya pakai penyangga seadanya. Kapan saja rumah mereka bisa ambles seperti rumah Pak Imin," katanya saat ditemui di Kampung Apung, Senin (30/9/2013).

Juhri menyebut, saat ini setidaknya ada 20 bangunan rumah yang rawan ambruk karena kayu penyangganya sudah lapuk.

"Ada sekitar 20 rumah yang rawan ambruk dari 80 rumah yang ada di Kampung Apung. Padahal sebentar lagi sudah masuk pada musim hujan. Ini yang membuat warga cemas," katanya.

Berdasarkan pemantauan, tiang-tiang penyangga rumah para warga menggunakan kayu dan beton. Tapi banyak pula yang memilih menggunakan bambu karena dinilai lebih tahan air. Seperti yang digunakan pada rumah milik Agus (55).

Berita Rekomendasi

"Memang, kalau pakai bambu tiap dua tahun harus rutin diganti. Tapi itulah yang bisa kami lakukan sekarang. Kalau pakai cor beton, mahal. Biayanya sampai puluhan juta. Kalau pakai bambu biayanya cuma Rp 2 juta setiap dua tahun," katanya.

Kampung Apung semula bernama Kapuk Teko, wilayah ini sebagai tempat pengungsian jika terjadi banjir di wilayah Kedaung Kaliangke maupun Kapuk Muara Jakarta Utara. Wilayah ini juga dijadikan sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU) oleh Pemprov DKI Jakarta.

Namun karena wilayah di sekitar peruntukannya disalahgunakan berdiri pabrik dan pergudangan, Kapuk Teko pada tahun 1989 kebanjiran dan hingga 2013 airnya tidak surut-surut, tidak hanya menenggelamkan 3.810 makam, 418 KK rumah warga ikut juga tenggelam dan nama Kapuk Teko pun seluas 4 Hektar berubah menjadi Kampung Apung.

Untuk mengatasi banjir permanen di Kampung Apung, Pemprov DKI Jakarta menganggarkan sekitar Rp 12,5 miliar, untuk menormalisasi saluran air di Jalan Kapuk Raya dan saluran di Jalan Pesing Poglar dan membuat Rumah Pompa. Normalisasi saluran akan dikerjakan sepanjang 515,6 meter dengan kedalaman 2 meter dan lebar 1,8 cm. Teknisnya, pihak pelaksana akan memotong pipa saluran di pertigaan Jalan Kapuk Raya-Jalan Pesing Poglar.

Selain itu juga dilakukan pengerjaan perbaikan pipa saluran air di Jalan Kapuk Raya yang selama ini selalu kembali remuk lantaran dilintasi truk besar. Dengan cetakan pipa beton yang lebih kokoh, panjangnya sekitar 10 meter dengan ketebalan sekitar 20 cm. Di sisi area lainnya, juga akan dilakukan perbaikan serta pelebaran akses saluran, mulai dari Gang Mawar sekitar 120 meter.

Selain itu, juga dilakukan pembuatan saluran air dari pertigaan Jalan Kapuk Raya-Jalan Pesing Poglar RW 04 atau tempat rumah pompa. Juhri mengungkapkan, langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengeringkan kawasan Kampung Apung dinilai salah sasaran. Ia pun menyebut anggaran sebesar Rp12,5 miliar yang digelontorkan, tidak akan menyelesaikan permasalahan di Kampung Apung jika tidak direncanakan dengan baik.

"Yang saya pertanyakan di sini soal perencanannya. Harusnya konsultan tahu dulu dong masalah utamanya apa, tapi sekarang malah seolah mereka tidak tahu masalahnya," katanya.

Juhri menyayangkan, sebenarnya saluran air di sisi barat jalan tersebut mestinya juga harus dibenahi. Bukan malah membuat saluran baru di sisi timurnya.

"Padahal, yang mendesak itu perbaikan saluran di sisi barat yang dulu tidak selesai dikerjakan. Namun, malah Dinas PU menyetujui pembuatan saluran di sisi timur, ini yang saya bilang menyelesaikan masalah dengan membuat masalah baru. Kalau memang tujuannya ingin mengeringkan Kampung Apung, harusnya mereka paham apa yang harus mereka lakukan, mana saluran air yang urgent diperbaiki dan dimana seharusnya mereka memasang pompa air," katanya.

Melihat hal tersebut, Juhri pun pesimis upaya pengeringan Kampung Apung bakal berjalan sesuai rencana. Padahal, pengeringan air yang menggenangi wilayah itu sudah menjadi harapan warga sejak lama.

"Kami sudah sabar terlalu lama. Sudah banyak pejabat maupun pengamat yang ke sini. Harusnya mereka tahu apa yang harus mereka lakukan," katanya.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas