Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AJI Jakarta: Upah Reporter Tahun 2014 Adalah Rp 5,7 Juta Per Bulan

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyebutkan angka upah

Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in AJI Jakarta: Upah Reporter Tahun 2014 Adalah Rp 5,7 Juta Per Bulan
Logo AJI 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bahri Kurniawan

TRIBUNNEWS.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyebutkan angka upah layak untuk profesi jurnalis di Jakarta adalah sebesar Rp 5,7 juta per bulan. Angka tersebut dianggap dapat memenuhi kebutuhan hidup layak di Jakarta.

"Besaran upah layak ini kami peroleh dengan perhitungan dan analisis  terhadap 39 barang dan jasa menyangkut kebutuhan hidup layak bagi  seorang jurnalis di Jakarta," ujar Ketua AJI Jakarta, Umar Idris, Minggu (3/11/2013).

Ia menuturkan, komponen yang mengambil porsi terbesar dari jumlah tersebut adalah untuk kebutuhan makanan yaitu sebesar Rp 2,1 juta per bulan.

Selain itu komponen-komponen lain sebagai kebutuhan penunjang tugas jurnalistik yang mencapai besaran angka Rp 1,5 juta per bulan.  

"Sisanya adalah kebutuhan tempat tinggal dan sandang," tukasnya.Terkait hal tersebut, AJI Jakarta mengimbau perusahaan media dan organisasi perusahaan media cetak, online dan radio dan televisi untuk menjadikan upah layak ini sebagai acuan dalam memberikan upah minimal kepada jurnalis setingkat reporter, dengan pengalaman kerja satu tahun dan baru saja diangkat menjadi karyawan tetap.

Karena faktanya, hingga saat ini, dalam survey yang diselenggarakan AJI Jakarta, sebagian besar media masih memberikan upah yang jauh di bawah upah layak kepada para reporternya.

Berita Rekomendasi

"Ini terjadi di media cetak, online dan radio dan televisi. Dalam survei upah jurnalis, rata-rata upah reporter di Jakarta di kisaran Rp 3 juta per bulan," imbuhnya.

AJI Jakarta memandang tingkat upah layak ini sangat penting agar  jurnalis lebih professional dalam menjalankan tugasnya.

Rendahnya upah dan kesejahteraan jurnalis membuat profesi ini akan selalu  rentan terhadap godaan suap/amplop dalam bentuk apapun.

"Kondisi ini sangat berbahaya bagi kebebasan pers karena pers dapat dikendalikan oleh kepentingan narasumber, tidak lagi mengabdi kepada kepentingan publik," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas