Sidang Pelanggar Jalur Busway Bebani Pengadilan
Denda maksimal telah diterapkan untuk para penyerobot jalur busway atau TransJakarta
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Denda maksimal telah diterapkan untuk para penyerobot jalur busway atau TransJakarta, dipandang menambah beban kerja mereka sehingga sebenarnya tidak perlu disidangkan.
"Ini program sangat menambah beban kerja kami. Seharusnya tidak perlu disidangkan," ucap Jamaluddin Samosir, hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam diskusi bertajuk Efektifitas Penerapan Denda Maksimal bagi Pelanggar Jalur Busway di Hotel Ibis, Jakarta (13/12/2013).
Samosir mengatakan jika penerapan denda maksimal ingin dimaksimalkan tidak perlu di bawa ke persidangan. Sebab dalam persidangan, hakim perlu mendengarkan dari berbagai pihak. Sementara hakim tidak bisa dikomando mengenai jumlah bayaran denda.
Menurutnya ke depan jauh lebih baik jika polisi langsung menerapkan denda di tempat. Hal itu menurutnya lebih mudah karena penindakan bagi pelanggar atau penerobos jalur bus Trans Jakarta tidak sulit karena pelanggaran dan buktinya jelas.
"Ke depan langsung saja di lokasi. Sebab kalau sudah denda maksimum enggak perlu ada hakim di situ," tegas Jamaluddin.
Menaggapi usul tersebut, Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Polda Metro Jaya, AKBP Irvan Prawira mengatakan tidak keberatan. Irvan setuju jika penerobos bus way yang berjumlah 13 ribu pelanggaran per harinya tentu menambah beban kerja hakim.
"Kita maunya ditilang di situ. Lu kalau ngaku salah, kita kasih blangko biru. Dendanya maksimal, bayar ke bank," kata Irvan.
Akan tetapi, lanjut Irvan, mayoritas masyarakat menginginkan lobi pembayaran denda. Oleh karena itu pihaknya harus memberi kesempatan pada pelanggar untuk menjalani sidang di pengadilan.
"Kita kan harus kasih pilihan. Kalau dia (pelanggar) nggak ngaku salah kita kasih blangko merah muda, silakan sidang ke pengadilan negeri," tukasnya.