Usul Ahok: Jakarta Berparking Meter, Juru Parkir Bergaji Rp 4,8 Juta
Basuki Tjahaja Purnama berupaya memberdayakan juru parkir sebagai satu di antara langkah mengantisipasi munculnya parkir liar
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berupaya memberdayakan juru parkir sebagai satu di antara langkah mengantisipasi munculnya parkir liar. Hal itu kemudian akan dibicarakan lebih lanjut bersama Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar R Nurhadi.
"Sekarang juru parkir itu bawa pulang Rp 150.000 sehari. Kalau dia mau dibina bekerja di parkir gedung dan gajinya sebesar UMP, mau enggak? Itu yang jadi masalah," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (7/1/2014).
Apabila para juru parkir itu diminta bekerja untuk perparkiran dalam gedung dengan gaji setara UMP DKI 2014 atau Rp 2,4 juta, maka gajinya lebih kecil dibanding pendapatannya saat menjadi juru parkir liar. Dengan kondisi seperti itu, mereka akan menolak penawaran tersebut.
Oleh karena itu, Pemprov DKI sedang membangun sistem menggunakan parking meter (mesin parkir). Para juru parkir itu akan digaji dengan nilai dua kali besaran UMP menjadi Rp 4,8 juta. Hal itu diharapkan dapat menekan keberadaan parkir liar di Ibu Kota dan mengurangi angka pengangguran.
"Orang-orang kan kritik aku waktu ngomong itu karena, memang faktanya, mereka bisa bawa pulang Rp 150.000 dalam sehari," ujarnya.
Pemprov DKI Jakarta masih melaksanakan lelang parking meter. Mesin parkir itu akan diterapkan di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia menyerahkan hal ini sepenuhnya kepada Unit Pengelola Perparkiran (UPP) DKI Jakarta. Basuki berharap pemenang tender nantinya menyediakan closed circuit television (CCTV) atau kamera pengawas di 15 lokasi mesin parkir. CCTV dimanfaatkan sebagai pengawas jika ada pelanggaran.
"Sanksi terberatnya blokir STNK," kata pria yang akrab disapa Ahok tersebut.
Spesifikasi mesin parkir itu akan persis dengan sistem yang diterapkan di Kota Boston, Oklahoma, Houston, New York, Chicago, Los Angeles, dan di negara China. Misalnya, jika tarif parkir per jam Rp 3.000 dan hanya parkir setengah jam, maka sisa Rp 1.500 tidak bisa kembali, tetapi dapat dipakai saat parkir lagi di lokasi yang sama.
Apabila ada pengendara yang bayar parkir satu jam, tetapi ternyata parkir selama tiga jam, maka petugas parkir akan mengecek apakah kendaraan tersebut membayar sesuai waktu parkir dan akan diberi tiket untuk tarif yang kelebihan. Sistem parking meter ini juga telah diterapkan oleh Pemkot Bandung di Jalan Braga mulai Selasa (24/12/2013).
Kepala UP Perparkiran DKI Jakarta Enrico Vermi mengatakan, penggunaan parking meter ini tidak memakai dana APBD DKI Jakarta, tetapi lelang investasi swasta. Menurutnya, potensi pendapatan parkir di badan jalan dengan sistem meter dan perubahan tarif diperkirakan akan meningkatkan pendapatan parkir badan jalan hingga tiga kali lipat atau bisa mencapai hampir Rp 100 miliar lebih per tahun.
Kerja sama dengan pihak swasta akan dilakukan dengan sistem revenue sharing. Bagi hasil ini berupa pembagian omzet atau pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya operasional.
Kerja sama DKI dan swasta itu akan dilakukan selama 10 tahun. Pembagian keuntungan direncanakan sekitar 70 persen untuk Pemprov DKI dan 30 persen untuk swasta. Pemenang lelang investasi parking meter adalah perusahaan yang berani memberi keuntungan terbesar ke DKI. Adapun penetapan tarif parkir badan jalan saat ini masih digodok oleh DPRD DKI.