BNPB: Modifikasi Cuaca di Jakarta Siap Beraksi
Teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk antisipasi banjir akhirnya dilakukan setelah ada pernyataan siaga darurat banjir
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk antisipasi banjir akhirnya dilakukan setelah ada pernyataan siaga darurat banjir oleh Gubernur DKI Jakarta pada Senin (13/1/2014).
Banjir yang menggenangi 42 kelurahan di Jakarta dan 5.547 pengungsi pada Minggu (12/1/2014) menjadi pertimbangan keluarnya siaga darurat.
Selain itu juga antisipasi puncak hujan pada Januari-Maret 2014 nanti. Berdasarkan rata-rata hujan di Jakarta selama 100 tahun puncak hujan terjadi selama Januari hingga Maret.
Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, telah memerintahkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk terus memberikan pendampingan kepada Gubernur DKI Jakarta dalam penanganan banjir Pada Senin pukul 15.00 WIB.
"BNPB mengoordinasikan potensi nasional untuk memberikan bantuan kepada Pemda DKI Jakarta. Pengungsi harus dipenuhi kebutuhan dasarnya. Kelompok rentan yaitu balita, ibu hamil, lansia, dan penderita cacat harus mendapatkan prioritas. Manfaatkan fasilitas yang ada untuk melayani pengungsi," kata Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.
Menurutnya, dalam penanganan banjir Jakarta adalah tiga operasi, yaitu penanganan sungai, penanganan pengungsi, dan pengendalian cuaca melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC). TMC untuk antisipasi banjir Jakarta adalah salah satu pilihan jangka pendek.
TMC diperlukan mengingat bagian bawah, yaitu pengendali banjir di daratan seperti kondisi sungai, permukiman yang berada di dalam dan bantaran sungai, tata ruang dan sebagainya masih belum memadai dibandingkan kebutuhannya.
"Saat hujan berintensitas tinggi. Apalagi durasinya lama, sudah pasti banjir di beberapa tempat," katanya.
Sutopo menyebutkan, Jakarta punya 62 titik rawan genangan. Hampir 85 persen hujan menjadi aliran permukaan karena masifnya kawasan terbangunnya. Saat ini hanya sekitar 9 persen dari luas Jakarta yang berupa kawasan hijau.
"Kebutuhan idealnya 30 persen agar daya tampung dan daya dukung lingkungan mampu menyeimbangkan hidroorolaogisnya. Jika sungai dan drainase sudah baik, tidak perlu TMC," katanya.
Apa itu TMC? TMC adalah usaha campur tangan manusia dalam pengelolaan sumberdaya air di atmosfer untuk menambah dan/atau mengurangi intensitas curah hujan pada daerah suatu untuk meminimalkan bencana dengan memanfaatkan parameter cuaca.
Intinya TMC adalah merekayasa cuaca untuk mendistribusikan hujan. Untuk antisipasi banjir Jakarta, ada 2 strategi yaitu mempercepat hujan dan menghambat pertumbuhan awan. Pertama, adalah mempercepat hujan dikenal dengan mekanisme proses lompatan (jumping process).
"Ini dilakukan terhadap awan-awan di daerah upwind (yang akan memasuki Jakarta) sehingga dijatuhkan di luar Jakarta yang tidak rawan banjir seperti di Laut Jawa, Selat Sunda atau lainnya," kata Sutopo.
Awan-awan berpotensi hujan di daerah di luar Jakarta disemai dengan bahan garam (NaCl) yang memiliki sifat menyerap butir-butir air di awan sehingga terjadi hujan. Untuk itu digunakan satu pesawat Hercules C-130 TNI yang sekali terbang mampu membawa 8 ton garam dari Lanud Halim Perdanakusumah.
Dua pesawat Casa 212-200 dioperasikan dari Lapangan Terbang Atang Sanjaya Bogor. Sekali terbang pesawat Casa membawa 1 ton garam. Dalam sehari penerbangan disesuaikan dengan kondisi cuaca yang ada.
Saat ini penaburan bahan semai di dalam pesawat dilakukan dengan peralatan mekanis seeding. Tidak menggunakan manual lagi karena untuk antisipasi korosi pesawat terbang.