Proses Hukum dan Bisnis Pembelian Palyja Terus Berjalan
Setelah sebelumnya pembelian terkendala gugatan yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Proses pembelian saham operator air bersih di bagian barat Jakarta, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) oleh BUMD DKI Jakarta yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro) segera diteruskan.
Setelah sebelumnya pembelian terkendala gugatan yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menegaskan, keinginan Pemprov DKI sama seperti Koalisi, yakni pengambilan alihan pelayanan air oleh pemerintah.
"Semangatnya sama. Tujuan sama agar, pengelolaan air diambil alih oleh pemerintah dalam hal ini BUMD kita," kata Jokowi, usai pembahasan masalah air bersih di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Ia mengatakan, proses hukum dan proses bisnis tetap dijalankan untuk membeli saham Palyja. Pemprov DKI tetap menjalankan kedua cara dan dipilih yang tercepat.
Anggota Dewan Air DKI Jakarta, Firdaus Ali mengatakan, nantinya akan dilihat cara mana yang paling cepat untuk pengambilan alihan saham. Sehingga kerugian yang diderita tidak terlalu besar.
"Hanya jalurnya harus dituntaskan, satu jalur hukum, satu jalur bisnis. Keduanya tetap jalan dilihat biaya termurah, serendah mungkin, dan secepat mungkin. Kalau jalur hukum memakan waktu dua tahun kan akan tambah rugi, kalau beli memang pakai dana, tapi kan bisa lebih cepat," ujarnya.
Menurut Firdaus, dengan pengambilalihan saham ini otomatis kontrak lama yang merugikan akan gugur. Sehingga Pemprov DKI Jakarta tidak akan digugat melalui pengadilan arbitrase internasional.
"Kalau sudah dibeli, otomatis kontrak tidak berlaku lagi, pembelian itu kan cara halus menghapus kontrak, agar Gubernur tidak dituntut di pengadilan arbitrase internasional kalau memutuskan kontrak sepihak," ucapnya.
Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, Muhamad Isnur mengakui bahwa target sama yakni menolak swastanisasi air. Namun ada beberapa yang harus dibicarakan lebih lanjut. Pihaknya meminta Jokowi untuk membatalkan kontrak terlebih dahulu. "Jokowi harus sanggup mengambil keputusan politik. Dengan mencabut beberapa kebijakan," ujarnya.
Seperti diketahui, kerja sama pengelolaan air di Jakarta diteken pada 6 Juni 1997 untuk masa konsesi 25 tahun mulai 1 Februari 1998 hingga 31 Januari 2023. Dua operator asing, yaitu Palyja dan Aetra ditunjuk langsung untuk menyediakan air minum untuk warga Jakarta.
Namun, hingga saat ini pelayanan dua operator masih buruk. Selain itu, kerjasama juga merugikan PAM Jaya karena memiliki potensi utang sebesar Rp 18,2 Triliun kepada dua operator saat perjanjian berakhir pada 2022.
Proses renegosiasi sudah dilakukan PAM Jaya dengan Aetra, namun belum dengan Palyja. Pemprov DKI pun berniat membeli Palyja untuk mengambil alih pengelolaan air bersih. (Ahmad Sabran)