Ini Indikasi Pembiaran Sodomi oleh JIS
Polisi mengaku menemukan sejumlah indikasi adanya pembiaran yang dilakukan pihak sekolah sehingga terjadi kekerasan seksual
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Polda Metro terus mendalami dugaan adanya pembiaran dan kelalaian yang dilakukan Jakarta International School (JIS) sehingga terjadi kekerasan seksual berulang terhadap siswa TK JIS di toilet sekolah.
Dalam penyelidikan, polisi mengaku menemukan sejumlah indikasi adanya pembiaran yang dilakukan pihak sekolah sehingga terjadi kekerasan seksual berulang kepada siswa di toilet sekolah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, mengatakan sejumlah indikasi adanya pembiaran oleh JIS masih didalami pihaknya serta dikonfirmasi ke pihak sekolah yakni Kepsek JIS Timothy saat diperiksa penyidik, Selasa (6/5/2014).
"Bagaimana penyidik menilai indikasi ini, masih dianalisa dan didalami lebih jauh," kata Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Kamis (8/5/2014).
Lalu, apa saja indikasi awal yang didapat polisi mengenai dugaan adanya pembiaran dan kelalaian di JIS ini? Rikwanto menyebutkan beberapa hal soal indikasi itu kepada wartawan, Kamis (8/5/2014).
"Diantaranya kami dapatkan informasi bahwa orangtua murid sudah menyampaikan dan menanyakan ke sekolah perihal anaknya yang tak berani ke toilet sekolah. Namun sekolah dianggap kurang menanggapi. Ini jadi salah satu indikasinya sehingga kami dalami lagi," papar Rikwanto.
Indikasi lainnya, tambah Rikwanto, salah satu siswa sebenarnya sudah memperlihatkan sikap yang berbeda dan tampak ketakutan, usai disodomi para pelaku yang merupakan petugas kebersihan sekolah.
"Namun guru dan wali kelasnya tidak peka dan menanggapi sikap berbeda siswa ini. Ini indikasi awal berikutnya dan juga di dalami," ujarnya.
Menurut Rikwanto, ada beberapa indikasi lain yang menjadi dasar pihaknya mengembangkan kasus ini ke arah adanya kelalaian dan pembiaran oleh sekolah.
Jika terbukti maka pihak penanggung jawab sekolah akan dijerat Pasal 78 dan Pasal 54, UU No 23/2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda sekitar Rp 100 Juta.
"Kami akan pastikan dan selidiki lebih jauh dengan menyerap semua informasi serta kumpulkan alat buktinya," kata Rikwanto.(Budi Malau)