Fasilitas Modern Terminal Manggarai Terbengkalai
Kurang berbudayanya masyarakat justru memicu pengelola Terminal Manggarai untuk menonaktifkan berbagai fasilitas
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Wartakotalive.com, Dwi Rizki
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Modern serta lengkap dengan berbagai kemudahan fasilitas ternyata belum menjadikan Terminal Manggarai sebagai salah satu pelopor modernisasi sarana umum DKI Jakarta. Pasalnya bukan karena buruknya fasilitas, kurang berbudayanya masyarakat justru memicu pengelola Terminal Manggarai untuk menonaktifkan berbagai fasilitas dalam terminal percontohan tersebut.
Suasana riuh serta ramai masyarakat maupun penyedia jasa transportasi menjadi pemandangan umum yang tidak pernah surut di terminal yang baru diresmikan pada tanggal 16 April 2014 itu. Sekilas terlihat, suasana tertib dan aman dengan berbagai fasilitas menjadi kepuasan tersendiri bagi masyarakat selaku pengguna jasa transportasi.
Namun jika ditelisik lebih dekat, beberapa keunggulan yang membuat Terminal Manggarai lebih sempurna dibandingkan dengan terminal lainnya di DKI Jakarta justru hanya menjadi hiasan dan pelengkap. Sepasang lift, tiga ruas eskalator maupun ruang tunggu berpendingin udara justru tidak dapat dimanfaatkan karena tidak dioperasikan pengelola.
Warta Kota (Tribun Network) yang menginjakkan kaki di terminal modern yang dibangun dengan dana sebesar Rp 12,5 miliar itu melihat kondisi eskalator tidak diaktifkan. Eskalator yang senyatanya berfungsi sebagai jalur perlintasan naik atau turun penumpang serta akses masuk ke dalam terminal terlihat tidak digunakan oleh penumpang.
Beberapa penumpang yang tiba dan turun dari angkutan umum terlihat lebih memilih untuk turun ke jalan untuk menyeberang jalan ataupun menaiki tangga darurat Halte TransJakarta ketimbang harus menaiki JPO yang terintegrasi dengan gedung terminal empat lantai tersebut.
Para pengguna jalan berpendapat kalau cara tersebut lebih efisien ketimbang harus memutar dan naik kelantai dua terminal untuk menyeberangi jalan dan masuk ke dalam halte Transjakarta yang berada persis di sisi Terminal. Karena, menurut kebanyakan, jarak antar terminal dengan Halte Transjakarta lebih dekat apabila menyeberangi jalan langsung.
"Kalau lewat atas (JPO-red) jauh, ribet. Mending langsung nyeberang aja, langsung sampe," jelas Rina (25) salah satu karyawati bank swasta di Kawasan Sudirman, Jakarta Selatan singkat.
Sebaliknya, kondisi serupa pun terlihat ketika para calon penumpang hendak menaiki angkutan umum yang berjejer rapih pada tiap ruas terminal. Para calon penumpang terlihat melintas jalan seenaknya tanpa harus melewati JPO terlebih dahulu.
Merunut hal tersebut, pihak pengelola pun menonaktifkan lift yang merupakan akses keluar masuk alternatif penumpang. Akibatnya, karena kedua akses tersebut terputus, beberapa ruangan yang difungsikan sebagai ruang tunggu penumpang hanya dimanfaatkan para sopir maupun kernet angkutan umum untuk beristirahat.
Tidak hanya sepanjang hari, Warta Kota yang beberapa kali menyambangi Terminal Manggarai pada menjelang malam hingga malam hari menyaksikan kalau ruang tunggu berlantaikan keramik dan berdinding kaca itu pun kerap dimanfaatkan para awak armada untuk menghabiskan malam dan tidur di dalamnya.
Sementara itu, Kepala Terminal Manggarai, Mohamad Hodir mengatakan kalau berbagai fasilitas tersebut sengaja dinonaktifkan pihaknya lantaran tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para penumpang. Padahal, ungkapnya, biaya listrik untuk mengoperasikan kedua akses tersebut terbilang besar setiap bulannya.
"Memang sengaja kita tidak aktifkan, karena sepi nggak ada (penumpang-red) yang gunain. Tapi kalau ramai kita nyalakan. Tapi kalau keadaannya tetep sepi, paling kita nyalakan seminggu sekali, sejam atau dua jam untuk manasin aja," jelasnya.
Dirinya pun menyebutkan kalau kondisi tersebut menyebabkan kondisi gedung khususnya ruangan yang sebelumnya ditujukan oleh penumpang sepi dan kian dimanfaatkan awak angkutan umum. Oleh karena itu, pihaknya pun menonaktifkan pendingin udara dan menutup beberapa toilet yang terdapat pada lantai tiga dan empat gedung terminal.
"Jadi ya memang seperti ini kenyataannya, bukan karena kita perhitungan atau apalah. Karena terus terang sayang juga kalau tidak ada yang manfaatin apalagi biaya operasional dan perawatan besar. Jadi sebenarnya budaya masyarakat dulu diubah, baru infrastrukturnya, kalau tidak ya seperti ini jadinya," tutupnya.