Ahok: Tafsiran Taufik, Ahok Tidak Bisa Jadi Gubernur Definitif
Pelaksana tugas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku terdapat perbedaan penafsiran
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana tugas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku terdapat perbedaan penafsiran mengenai mekanisme pengangkatan wakil gubernur Jakarta, antara dirinya dengan wakil ketua DPRD Mohammad Taufik.
"(Pengangkatan wakil) tergantung tafsirannya gimana. Kalau tafsiran saya bisa angkat wakil sendiri. Tapi kalau tafsiran M. Taufik enggak," ujar Ahok di Balaikota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (21/10/2014).
Menurut Ahok, Taufik menyebutkan dirinya tidak bisa mengangkat Wagub sendiri lantaran ketua DPD Gerindra DKI tersebut masih berpikiran dirinya tidak dapat menjadi gubernur.
"Saya itu enggak mungkin jadi gubernur, tetap wagub. Jadi mereka mau pilih gubernurnya. Itu tafsiran M. Taufik di DPRD, (Fraksi) Gerindra DKI. Dia lagi cari tafsiran bahwa Ahok itu tetap Wagub, sekarang plt enggak apa-apa, tapi nanti mereka akan memilih gubernur pengganti Jokowi. Ini tafsiran undang-undang yang baru," ujar Ahok.
Pengangkatan wakil gubernur DKI menjadi polemik selepas ditinggalkan Ahok yang menjadi gubernur plt. Terdapat perbedaan penafsiran mengenai undang-undang yang mengatur mekanisme pengangkatan Wagub. Perpu Nomor 1 Tahun 2014 di Pasal 168 menyebutkan penentuan jumlah wakil gubernur di suatu provinsi berdasarkan jumlah penduduk.
Selain itu dalam Perpu itu disebutkan juga usulan wakil gubernur disampaikan oleh gubernur. Hal ini diatur dalam Pasal 171 ayat (1) Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatakan gubernur, bupati, dan wali kota wajib mengusulkan calon wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari setelah pelantikan gubernur, bupati, dan wali kota. Wakil gubernur diangkat oleh presiden berdasarkan usulan gubernur melalui menteri dalam negeri.
Namun sejumlah anggota DPRD DKI menafsirkan berbeda. Menurutnya, Perpu nomor 1 tahun 2014 tidak bisa membatalkan keberadaan undang-undang nomor 27 tahun 2009 yang mengatur Ibukota Jakarta. Sehingga pemilihan Wagub kembali melalui DPRD.
Sementara itu, Dirjen Otonomi daerah Kemendagri Djohermanayah Djohan mengatakan dalam Perpu Pilkada nomor 1/ 2014 ayat 2 pasal 203 disebutkan jika terjadi kekosongan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Perpu Pilkada. Selain itu dalam UU 27 2009 tentang ibukota DKI, tidak mengatur mekanisme pengangkatan Wagub, sehingga dasar aturan pengakatannya dikembalikan ke Perpu Pilkada.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.