Komisi Kejaksaan : Kejaksaan Harus Hati-Hati Tangani Kasus JIS
"Sebaiknya kejaksaan tidak memaksakan kasus JIS ini ke fase penuntutan jika memang alat buktinya lemah. Kasus ini sangat sensitif, menjadi perhatian
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komisi Kejaksaan meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta lebih berhati-hati dalam menangani kasus dugaan tindak asusila yang dituduhkan terhadap dua guru di sekolah Jakarta International School (JIS).
Pasalnya, bercermin dari kasus yang sama yang juga dituduhkan kepada lima pekerja kebersihan di JIS, fakta-fakta yang disodorkan polisi sangat lemah.
Bahkan dari sejumlah keterangan saksi di persidangan lima terdakwa pekerja kebersihan, kasus ini diduga hanya rekayasa dengan motif untuk mendapatkan sejumlah uang.
"Sebaiknya kejaksaan tidak memaksakan kasus JIS ini ke fase penuntutan jika memang alat buktinya lemah. Kasus ini sangat sensitif, menjadi perhatian luas dunia international dan kredibilitas kejaksaan ikut dipertaruhkan," tegas Halius Husen, Ketua Komisi Kejaksaan kepada wartawan di Jakarta kemarin.
Dalam kasus ini dua orang guru JIS yaitu Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong dilaporkan oleh Theresia Pipit Kroonen, istri pekerja di Philip Moris Indonesia atas tuduhan melakukan tindak asusila kepada anaknya AK (6th), siswa TK di JIS.
Neil, wakil kepala sekolah dan Ferdinant, asisten guru SD, telah ditahan lebih dari 90 hari. Kejaksaan telah dua kali menolak Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diberikan oleh Polda Metro Jaya.
Terpilihnya presiden dan pemerintah baru telah menciptakan tuntutan besar dari masyarakat terhadap penegakan hukum yang fair dan tanpa pandang bulu.
Itu sebabnya momentum perubahan ini harus dapat dimanfaatkan kejaksaan untuk mereformasi diri agar semakin didukung dan dipercaya rakyat.
"Kejaksaan harus berani mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya. Jangan sampai masyarakat yang tidak bersalah kemudian dihukum dengan bukti-bukti yang lemah atau bahkan tidak ada," tegasnya.
Selain dua guru JIS, kasus dugaan tindak asusila di JIS juga melibatkan 6 orang pekerja kebersihan di sekolah tersebut.
Namun satu orang pekerja yaitu Azwar meninggal saat dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya.
Saat ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah melakukan investigasi terhadap dugaan tindak kekerasan dan penyiksaan dalam kasus ini, termasuk melakukan otopsi terhadap jasad Azwar.
Sementara itu kelima orang pekerja kebersihan saat ini sedang menjalani sidang di pengadilan negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dari keterangan para saksi yang sudah dihadirkan terungkap bahwa alat bukti dalam kasus ini sangat lemah.
dr Narain Punjabi dari klinik SOS Medika, pihak yang pertama memeriksa AK, menegaskan tidak ada kekerasan seksual pada korban AK. Sementara dr Oktavinda Safitry yang melakukan visum terhadap AK, dalam kesaksiannya (22/10) juga menegaskan bahwa kondisi dubur korban normal.
"Hasil pemeriksaan medis di klinik SOS Medika dan RSCM sama yaitu tidak ada unsur kekerasan seksual terhadap AK. Fakta-fakta seperti ini publik harus tahu. Jangan sampai orang yang bersalah dikorbankan hanya untuk kepentingan tertentu," tegas Patra M. Zen, pengacara Virgiawan Amin dan Agun Iskandar.
Dalam kasus JIS ini, selain melaporkan petugas kebersihan dan guru JIS ke Polda Metro, Pipit Kroonen juga menggugat JIS senilai US$ 125 juta atau hampir senilai Rp 1,5 triliun.
Nilai gugatan Pipit tersebut hampir setara dengan harga tanah di lokasi sekolah JIS di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan.