Pengamat: Hak Angket DPRD DKI Jakarta Harus Tetap Berlanjut
Langkah DPRD untuk membentuk hak angket sudah tepat sebagai sebuah proses politik yang konstitusional.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Sosial, Ekonomi dan Politik, Holden Makmur A, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta terus melanjutkan hak angketnya. Suhu polititik yang semakin memanas dengan dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok jangan sampai mengendorkan semangat fraksi-fraksi menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur pengajuan APBD 2015 ke Kementerian dalam Negeri.
"Hak angket ini sudah diatur dalam Undang-Undang, sebagai bagian proses konstitusi, karena itu DPRD supaya terus melanjutkannya, public menunggu hasilnya, siapa yang benar dan siapa yang berbohong,”kata Holden kepada wartawan di Jakarta, Senin (09/03/2015).
Menurut Holden, langkah DPRD untuk membentuk hak angket sudah tepat sebagai sebuah proses politik yang konstitusional.
Seperti diketahui, polemik anggaran DKI Jakarta bermula dari draf RAPBD yang diserahkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama kepada Kemendagri dengan format elektronik atau e-budgeting, yang belum ada persetujuan dari DPRD. Kemudian, DPRD DKI Jakarta menyerahkan draf RAPBD yang ditengarai oleh gubernur terdapat pos anggaran baru senilai Rp12,1 triliun untuk pengadaan "uninterruptible power supply" (UPS) atau penyimpan daya listrik sementara untuk Dinas Pendidikan. Bermula dari perbedaan inilah yang pada akhirnya menimbulkan kekisruhan antara Gubernur Ahok dan DPRD DKI Jakarta.
“Hak angket dewan ini penting untuk dijalankan, apalagi ini terkait anggaran pendapatan dan belanja daerah , yang kegunaannya perlu diketahui oleh masyarakat Jakarta," kata Holden.
Ditanya soal bagaimana mekanisme pembahasan APBD, Holden menjelaskan bahwa pembahasasan APBD harus melibatkan pihak eksekutif dan legislatif. Artinya, antara eksekutif dan legislatif harus duduk bersama membahasnya.Selain itu, kata Holden, APBD disusun berdasarkan tiga azas yaitu keterbukaan, bertanggung jawab, dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Terkait dengan tindakan Gubernur DKI Jakarta Ahok yang telah melaporkan kasus dugaan adanya penyelundupan anggaran dalam APBD DKI tahun 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Holden berpendapat, sah-sah saja Ahok melapor ke KPK. "Silahkan saja Gubernur Ahok melaporkan, supaya nanti masyarakat tahu siapa yang benar dan siapa yang berbohong," ucap Holden.
Holden berharap, perseteruan antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta Ahok terkait APBD DKI terselesaikan dengan cepat untuk pembangunan Kota Jakarta.
“Pembangunan tak boleh terbengkalai dan masyarakat jangan dikorbankan karena perseteruan kedua belah pihak,”imbuhnya.
Seperti diketahui, polemik anggaran DKI Jakarta bermula dari draf RAPBD yang diserahkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama kepada Kemendagri dengan format elektronik atau e-budgeting, yang belum ada persetujuan dari DPRD.
Kemudian, DPRD DKI Jakarta menyerahkan draf RAPBD yang ditengarai oleh gubernur terdapat pos anggaran baru senilai Rp12,1 triliun untuk pengadaan "Uninterruptible Power Supply" (UPS) atau penyimpan daya listrik sementara untuk Dinas Pendidikan. Bermula dari perbedaan inilah yang pada akhirnya menimbulkan kekisruhan antara Gubernur Ahok dan DPRD DKI Jakarta.