DPRD DKI Tak Bulat Dukung RAPBD 2015 Jadi Perda
Hanya Ketua Fraksi Partai NasDem Bestari Barus dan Ketua DPRD DKI selaku Ketua Banggar Prasetio Edi Marsudi yang datang.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta langsung mengadakan pertemuan menyikapi diinputnya Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Tahun 2015.
Ternyata DPRD DKI belum bulat memberikan restu terhadap RAPBD yang sebelumnya dievaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Bahkan saat penginputan anggaran yang dilakukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Anggaran (Banggar) DPRD memilih tidak hadir.
Hanya Ketua Fraksi Partai NasDem Bestari Barus dan Ketua DPRD DKI selaku Ketua Banggar Prasetio Edi Marsudi yang datang.
Prabowo Soenirman selaku anggota Banggar mengaku hasil pertemuan internal Banggar DPRD DKI buntu sehingga pertemuan pun ditunda.
"Di rapat itu kan banyak kepala banyak keinginan, banyak kepentingan, ada yang maunya pakai Perda (Peraturan Daerah), pakai Pergub (Peraturan Gubernur), nah itu banyak juga yang tidak setuju," ungkap Prabowo di Gedung DPRD DKI, Kamis (19/3/2015).
Politisi Gerindra tersebut pun menganggap ada segelintir anggota DPRD yang secara pribadi mencari kepentingan untuk dirinya sendiri dengan hadir di sana-sini.
"Kita tegur. Nah semuanya juga ikut menegur, jadi ya biasa lah ada percikan ada yang tidak suka dengan mengulur. Ya biasa kalau emosional juga sesaat lah," ungkapnya.
Posisi DPRD menjadi terjepit karena disatu sisi pihaknya sudah menggulirkan hak angket untuk menelusuri dokumen RAPBD DKI yang dikirim Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sementara di satu sisi pihaknya pun sudah membahas hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri atas RAPBD yang dikirim gubernur.
"Kalau kita menyetujui, artinya kan APBD yang diusulkan Ahok dan yang kita bahas secara yuridis kita sudah menyetujui angket, tapi kalau sudah seperti ini kita kan jadi susah dan legalitas angket jadi tidak pas," ungkapnya.
Diakuinya posisi DPRD memasuki posisi sulit, tidak semua anggota dewan menyetujui menggunakan Perda walaupun ada juga yang mendukung.
"Tadi itu kita belum melaksanakan rapat. Kita baru diskusi ngopi-ngopi. Akhirnya teman-teman ada yang merasa dikhianati lah, kita tegur tadi. Dari teguran itu muncul lah emosional. Tapi biasa lah," ungkapnya.