Pras: Bagaimana Cara Merem Mulut Gubernur ?
Panitia Angket DPRD DKI Jakarta menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Angket DPRD DKI Jakarta menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin dalam rangka meminta pandangan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Dalam kesempatan tersebut Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengajukan pertanyaan kepada Irman mengenai etika sang gubernur yang akrab disapa Ahok.
"Perkenalkan nama saya Prasetio Edi Marsudi Ketua DPRD," ucap pria yang akrab disapa Pras memulai pembicaraannya dalam rapat panitia angket di Gedung DPRD DKI, Rabu (25/3/2015).
Ia kemudian mengaku bahwa dirinya merupakan orang yang menjaga gubernur.
"Ada dua manusia yang dianggap sahabat, presiden dan ketua DPRD. Gimana biar mulutnya bisa di-keep? Kan ini larinya ke etika dan norma juga," ungkap Pras.
Dikatakan Prasetio, hal tersebut yang menjadi satu masalah sebenarnya. Andai saja Ahok bisa berkomunikasi dengan baik dengan DPRD maka tidak akan ada masalah.
"Ini yang jadi masalah. Kalau dia mau komunikasi dengan DPRD sebetulnya tidak masalah. Saya tidak tahu apakah waktu lahirnya ngidam tokek karena curiga terus. Diam saja tokek," ucap Pras yang membuat sebagian orang tertawa.
Kemudian ia pun masuk pada subtansi pertanyaannya. Ia hanya mempertanyakan kepada Irman bagai mana bisa merem bicaranya Ahok.
"Yang saya tanyakan, Bagaimana caranya bicara dengan dia untuk merem mulutnya itu, terima kasih," tanya Pras kepada Irman.
Setelah beberapa anggota dewan bertanya, kemudian giliran Irman menjawab pertanyaan yang diajukan beberapa anggota dewan termasuk menjawab pertanyaan Pras.
Dijelaskan Irman dalam TAP MPR Nomor 6 tahun 2001 mengatur tentang etika penyelenggara negara, politik, dan pemerintahan. Dalam TAP MPR tersebut dikatakan tidak boleh arogan dan harus memiliki sikap bertata krama yang baik.
Meskipun niatannya baik tetapi menebar benih permusuhan, maka hal tersebut sudah diantisipasi dengan menjalankan fungsi pengawasan dari DPRD.
"Makanya senjata hebat anda boleh bertanya, menyelidiki, memanggil dengan upaya paksa. Ini seperti dalam hukum pidana dan ada juga dalam proses demokrasi. Induknya di sini. Rakyat memilih Pak Pras dan dilekatan hak di situ," ujarnya.