Mendesak, Reklamasi untuk Atasi Problem Jakarta
Sangat sulit untuk melakukan pembangunan di wilayah kota Jakarta, karena adanya keterbatasan lahan sehingga reklamasi pantai Jakarta menjadi solusi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar reklamasi, Dr. Ir. Eddy Ihut Siahaan, MSi. mengatakan, bahwa reklamasi Jakarta sudah terlalu lama terbengkalai.
Padahal, berbagai problem Jakarta makin mendesak untuk ditangani. "Jika proses reklamasi terus terhambat, banyak permasalahan Jakarta yang akan kian sulit ditangani di masa depan," kata Eddy, Senin (28/4/2015).
Penurunan permukaan tanah (land subsidence) di Jakarta misalnya, menurut Eddy, sudah semakin parah. "Land subsidence memang merupakan masalah yang paling mengancam. Namun, ada beberapa permasalahan penting lain yang juga harus ditangani," kata Eddy.
Pemekaran wilayah, menurut Eddy, harus menjadi perhatian untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penduduk di masa depan. Di samping itu, wilayah utara Jakarta, juga akan lebih berkembang dan tertata lebih rapih dengan reklamasi pantai utara Jakarta. "Reklamasi menjadi solusi optimal karena selain menambah luas wilayah Jakarta, juga dapat merevitalisasi pantai utara dan membuat kawasan utara Jakarta menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi baru," kata Eddy Siahaan.
Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna mengatakan bahwa rencana reklamasi untuk membangun hunian di pinggiran ibukota harus mampu menciptakan kota mandiri sehingga tidak lagi membebankan kota Jakarta. "Jakarta jangan lagi dibebankan dengan tambahan lalu lintas dari reklamasi pulau-pulau di pinggiran Jakarta," katanya.
Dia mengakui, sangat sulit untuk melakukan pembangunan di wilayah kota Jakarta, karena adanya keterbatasan lahan sehingga reklamasi pantai Jakarta menjadi solusi. "Jika lahan di Jakarta ditata dengan baik pembagiannya, lahan pasti tersedia tetapi saat ini lahan tersebut sudah sangat terbatas," ujarnya.
Jakarta Bisa Tenggelam
Sementara itu mengenai ancaman land subsidence, Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, pernah menjelaskan bahwa tingkat penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta kian meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena tingginya laju ekstraksi air tanah dalam yang sudah melewati batas.
Firdaus Ali mengatakan penurunan permukaan tanah di Jakarta merupakan yang tertinggi di dunia. Rata-rata permukaan tanah di Ibu kota menurun hingga 10,8 sentimeter setiap tahun.
Di Jakarta Utara, menurut Firdaus Ali, penurunannya jauh lebih ekstrim. "Bisa mencapai 28 sentimeter per tahun," kata Firdaus.
Jakarta, menurut Firdaus Ali, saat ini termasuk kategori kota memiliki tingkat penurunan muka tanah tertinggi di dunia, menyusul Mexico City, Yokohama, dan Bangkok. Kalau ini tidak diatasi secara serius, menurut Firdaus Ali, maka dalam tempo 40 tahun ke depan, Jakarta diprediksi akan benar-benar tenggelam.
"Jika tidak segera ditangani, kota ini akan tenggelam secara perlahan dan pasti. Ketika laju penurunan muka tanah kita terus tidak terkendali, di saat bersamaan permukaan air laut juga naik secara signifikan," kata Firdaus Ali.