Sidang Gugatan Perdata JIS Dinilai Janggal
TPW menyatakan bahwa anaknya positif mengidap herpes genital yang disebabkan virus herpes simpleks 2 (HSV-2).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan gugatan perdata terhadap Jakarta Intercultural School (JIS) senilai US$125 juta atau sekitar Rp 1,6
triliun yang saat ini masih berlangsung memunculkan kejanggalan baru.
TPW, penggugat sekaligus orang tua MAK, mantan murid TK di JIS yang dituduh jadi korban sodomi, ternyata menggunakan keterangan medis yang
didasari oleh pemahaman tidak konklusif yang secara tidak akurat digunakan untuk mendukung tuduhan sodomi terhadap anak penggugat.
Dalam kasus pidana terhadap petugas kebersihan di JIS, TPW menyatakan bahwa anaknya positif mengidap herpes genital yang disebabkan virus
herpes simpleks 2 (HSV-2). Tes tersebut yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 mengemukakan hasil positif terhadap pembentukan antibodi
IgM terhadap HSV-2 namun terbukti negatif untuk pembentukan antibodi IgG terhadap HSV-2.
Dalam kesaksiannya, Profesor Kevin Baird dari Universitas Oxford menyatakan bahwa tes IgM memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi dan tidak serta merta membuktikan bahwa MAK terinfeksi HSV-2. Profesor Baird menjelaskan lebih lanjut bahwa diperlukan tes IgG lanjutan untuk memverifikasi apakah benar MAK terinfeksi herpes atau tidak. Sementara pemeriksaan tersebut tidak pernah dilakukan.
Namun demikian, pengacara yang mewakili TPW dalam kasus perdata menyerahkan dokumen pendukung untuk memperkuat tuntutan mereka berupa
hasil laboratorium dari RS Bhayangkara tertanggal 16 Juli 2014 yang menyatakan bahwa hasil tes IgG terhadap HSV-2 MAK negatif dengan hasil
tes IgM di ambang batas positif.
Menurut Profesor Baird, hasil tes IgG kedua negative yang dilakukan empat bulan setelag tes pertama
menunjukkan bahwa MAK tidak terinfeksi HSV-2. Pada tanggal 7 April 2015, beliau memberikan kesaksian pada sidang perdata JIS sebagai
berikut, “MAK tidak terinfeksi herpes geital atau infeksi penyakit menular seksual lainnya,” dengan menggunakan hasil tes laboratorium RS
Bhayangkara sebagai dasar pernyataannya. Profesor Baird menyatakan, “Kedua hasil laporan laboratorium di bulan Maret dan Juli
mengklarifikasi bahwa MAK tidak terinfeksi HSV-2 yang artinya tidak mengidap herpes genital. Hal itu merupakan sebuah fakta bukan opini.
Di kesempatan yang sama, Dokter ahli bidang forensik, dr Ferryal Basbeth menyatakan, dari hasil kesimpulan akhir yang dijadikan bukt
ke persidangan, membuktikan bahwa kasus ini direkayasa sejak awal.
Bila merujuk pada hasil pemeriksaan medis, hasil pemeriksaan dari SOS Medika, RSPI dan RS Polri sudah dapat menyimpulkan kondisi anus MAK
masih normal.
Ferryal menegaskan bahwa prosedur pemeriksaan anus MAK juga patut dipertanyakan. Seharusnya pemeriksaan terhadap anus anak harus
dilakukan pembiusan. Tujuannya untuk memaksimalkan pemeriksaan atau mengantisipasi anak bila tidak kuat menahan rasa sakit. Pemeriksaan
tersebut seharusnya dilakukan melalui proses anastesi dan prosedur anuskopi harus dilakukan di ruang operasi bukan di ruang UGD, sehingga
hasilnya bisa mendeteksi penyakit seks menular.
Bila merujuk pada hasil pemeriksaan dr Lutfi dari RS Pondok Indah (RSPI), terlihat jelas bahwa pemeriksaan visum terhadap MAK tersebut
belum tuntas sehingga hasil dari temuannya belum dapat disimpulkan secara mendalam. Nanah yang ditemukan terletak di bagian dalam anus
anak tersebut.
"Saat dr Lutfi memberikan obat flagyl, hal ini diperlukan untuk mengobati efek infeksi umum yang disebabkan amuba,
bukan yang disebabkan penyakit seksual menular seperti gonorrhoea atau Chlamydia. Nanah yang terdapat di anus MAK bukan disebabkan oleh
infeksi virus, namun diakibatkan karena bakteri. Apabila kondisi tersebut diakibatkan sodomi beramai-ramai, maka akan menimbulkan anus
robek. Nyatanya semua visum menyatakan anus normal. Kalau anus robek, maka penyembuhan antara seminggu hingga dua minggu. Bila anak disodomi
orang dewasa pasti robek," kata Ferryal, Selasa (28/4/2015).
Dengan mengacu pada tuduhan kejadian dalam kurun waktu Desember 2013 sampai dengan Maret 2014, seharusnya anus korban robek atau rusak.
Selain itu bila pelaku sodomi memiliki penyakit herpes, maka korban sodomi pasti akan tertular.
Kevin Baird juga mendukung langkah dr Lutfi dari RS Pondok Indah, “Herpes tidak menyebabkan nanah dan MAK tidak didiagnosa dengan
infeksi herpes pada saat itu maupun diberikan pengobatan untuk mengatasi herpes. Berdasarkan resep dr Lutfi yaitu flagyl menunjukkan
dignosa klinis akan adanya amoba yang menyebabkan proctitis. Dalam kesaksiannya di kasus perdata, Prof. Baird memebenarkan diagnosa Dr
Lutfi yang terbukti efektif terlihat dari setelah empat hari MAK menjalani pengobatan dan kembali ke klinik ternyata tidak ditemukan
prockitis dan ia terbukti sembuh. “Flagyl terbukti menghilangkan gejala dan keluhan. Kalau benar ia terkena herpes, gonorrhea atau
chlamydia tidak bisa sembuh dengan flagyl,” tegasnya.