Sidang Percobaan Pemerkosaan Sanusi Diputus 9 Tahun Penjara
"Hakim memutuskan sembilan tahun penjara," ujar Melany
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jamaluddin Samosir, memutuskan hukuman 9 tahun penjara kepada terdakwa kasus percobaan pemerkosaan Sanusi Wiradinata.
Hukuman tersebut lebih berat, dari tuntutan jaksa Melany Wuwung yang menuntut 5 tahun terhadap terdakwa.
"Hakim memutuskan sembilan tahun penjara," ujar Melany, pada wartawan, Kamis (4/6/2015)
Dalam sidang yang digelar Rabu 3 Juni pukul 16.00 tersebut, hakim menilai terdakwa terbukti melakukan tindakan percobaan pemerkosaan terhadap korban SYS (Safersa Yusana Sertana).
Atas dasar itulah, hakim secara tegas memutuskan hukuman maksimal.
Seperti diketahui, dalam sidang sebelumnya, yang berlangsung pada Senin 16 Februari 2015 silam, Majelis Hakim yang diketuai Djamaluddin Samosir dengan Hakim Anggota Bambang Kustopo dan Robert Siahaan, memutuskan bahwa perkara nomor 45/pid dengan terdakwa Sanusi Wiradinata menyatakan menolak keberatan (eksepsi) terdakwa.
“Pertimbangannya materi eksepsi adalah sudah materi perkara,” kata Hakim Djamaluddin saat membacakan putusan hakim atas eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/2/2015) silam.
Kasus dugaan pemerkosaan ini sendiri dilaporkan secara langsung oleh korban, SYS ke Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi Nomor : LP/1482/V/2012/PMJ/Dit.Reskrim tanggal 3 Mei 2012 dan LP/3461/X/2012/PMJ/Ditreskrimsus tentang pornografi tertanggal 8 Oktober 2012.
Namun setelah berkas perkara dinyatakan P-21 oleh kepolisian, Sanusi malah dikabarkan kabur hingga dinyatakan buron oleh Polda Metro Jaya. Masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) selama dua tahun lebih, Polda Metro Jaya kemudian meringkus Sanusi di daerah Alam Sutera Serpong Tangerang Banten pada Senin (24/11-2014) malam.
Selain itu, Majelis Hakim perkara dugaan pemerkosaan dengan terdakwa Sanusi Wiradinata menolak permohonan terdakwa untuk dibantarkan dengan alasan sakit.
Majelis hakim menolak karena khawatir terdakwa kabur saat pembantaran. Maklum sebelum disidang, terdakwa sempat kabur dan menjadi buronan kepolisian.
“Kalau masuk rumah sakit lagi ada ketakutan,” kata Ketua Majelis Hakim Djamaluddin Samosir.
Hakim Djamaluddin menegaskan sulit bagi pengadilan untuk mengeluarkan surat pembantaran bagi terdakwa. Pengadilan baru akan mengeluarkan Surat Pembantaran jika terdakwa betul-betul dinyatakan sakit keras sehingga perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
“Itu kalau parah dan menurut dokter harus masuk rumah sakit, kita bantarkan,” tegas dia.
Begitu pun mengenai permintaan penangguhan penahanan tehadap terdakwa, Ketua Majelis Hakin juga menegaskan sulit bagi pengadilan untuk melakukan itu melihat prilaku terdakwa sebelumnya.
Pernyataan Hakim Djamaluddin ini sebelumnya menanggapi keinginan terdakwa Sanusi melalui pengacaranya untuk dibantarkan lantaran menderita sakit pada bagian perut dan dada. Menurut dia, klien-nya sedang menderita sakit sehingga perlu mendapat perawatan intensif dari rumah sakit. “Kami minta pengadilan memperhatikan hak-haknya,” kata pengacara Sanusi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.