Menghangatkan Sepinya Jakarta dengan Silaturahim
Perayaan Lebaran bagi warga Ibu Kota tidak selalu identik dengan mudik ke kampung halaman
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Perayaan Lebaran bagi warga Ibu Kota tidak selalu identik dengan mudik ke kampung halaman. Bagi sebagian warga, berlebaran di Jakarta tak kalah menyenangkan. Bersilaturahim dengan keluarga sambil menikmati suasana Jakarta yang tenang menjadi pilihan yang tepat.
Kios-kios pedagang kain di kawasan Pasar Cipadu di Jalan KH Wahid Hasyim, Tangerang, Banten, mulai tutup, Selasa (14/7). Tiga hari menjelang Idul Fitri, sebagian besar kios-kios penjual kain di Pasar Cipadu tutup. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga sepekan setelah Lebaran.
Seandainya tidak mudik, menghabiskan libur Lebaran di Ibu Kota bersama kerabat menjadi pilihan sembilan dari sepuluh responden jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas beberapa waktu lalu.
Kegiatan menghabiskan waktu bersama keluarga, saudara, atau kerabat guna mempererat silaturahim memang menjadi semacam menu wajib yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi Lebaran. Hasil jajak pendapat kali ini juga menunjukkan tidak ada perbedaan kebutuhan silaturahim antara responden dari kelas ekonomi menengah atas maupun golongan bawah. Semua orang, dengan latar belakang aneka strata sosial dan ekonomi, merasakan Lebaran tidak lengkap tanpa bersilaturahim.
Jakarta lengang
Warga Jakarta juga membayangkan munculnya kesenangan tersendiri yang bisa dinikmati ketika harus menghabiskan libur Lebaran di Jakarta saja. Kesenangan itu adalah suasana lengang yang memberikan ketenangan.
Suasana tenang merupakan pengalaman langka dan terlampau mewah untuk bisa dinikmati warga Jakarta. "Saya suka suasana Jakarta waktu Lebaran karena jalanan sepi, enggak macet," tutur Yani (50), warga kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Komentar Yani mewakili jawaban hampir seluruh responden. Dalam benak lebih dari 90 persen responden, hanya ada dua hal yang paling menyenangkan ketika Jakarta sepi, yaitu tidak ada kemacetan dan bisa bepergian dengan cepat.
Bagi warga Jakarta, kemacetan memang sudah menjadi persoalan yang sangat serius. Data yang dihimpun Polda Metro Jaya menunjukkan, pada tahun 2013 jam kemacetan di Jakarta paling parah terjadi pada pukul 07.00-09.00 dan pukul 16.00-20.00.
Tahun berikutnya, kemacetan di Jakarta rata-rata dimulai pada pukul 07.00 hingga 11.00 untuk pagi hari dan pukul 16.00-22.00 pada sore hari. Jam kemacetan kian panjang. Pada hari-hari tertentu, kemacetan bahkan dapat terjadi sepanjang waktu dan tidak lagi dapat diprediksi kapan usai.
Pada saat masa libur Lebaran, kondisi demikian nyaris hilang. Maklum, jumlah pemudik asal Ibu Kota cukup signifikan. Tahun lalu, tercatat 5,8 juta atau sekitar separuh warga Jakarta pulang kampung saat Lebaran. Jika dibandingkan dengan angka nasional, warga Jakarta yang mudik mencapai sepertiga total pemudik tahun 2014 di seluruh Indonesia yang sebanyak 19,6 juta orang.
Kemewahan berwujud jalanan lancar begitu didambakan masyarakat Jakarta. Tujuh dari sepuluh responden mengaku lebih menyukai suasana Jakarta yang lengang di saat libur Lebaran ketimbang hari-hari biasa. "Kalau bisa sih, tiap hari Jakarta kayak Lebaran, jalanan lancar," komentar Lala (25), warga Bintaro, Jakarta Selatan.
content
Pilihan kumpul keluarga
Sembari berkumpul dengan keluarga, sejumlah tempat menjadi tujuan utama mengisi liburan di Ibu Kota yang sepi. Secara umum, menjalin tali silaturahim dengan bertandang rumah sanak saudara menjadi pilihan 43 persen peserta jajak pendapat. Satu dari empat warga memilih mengunjungi obyek wisata.
Sekelompok kecil responden memilih di rumah saja sambil menikmati tayangan televisi yang umumnya sudah menyiapkan aneka program menyambut Lebaran. Ada juga warga yang ingin menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan saat tidak mudik.
Namun, ketika dibedah menurut kelas ekonomi, muncul perbedaan aktivitas pendamping acara silaturahim. Kunjungan terbatas ke rumah keluarga ataupun kerabat untuk mengikat tali persaudaraan sebagian besar (60 persen) dilakukan oleh responden yang mempunyai pengeluaran kurang dari Rp 3 juta per bulan.
Sementara itu, bertemu kerabat sambil menikmati pusat perbelanjaan modern, termasuk mal, lebih banyak dipilih responden yang setiap bulannya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 3 juta setiap bulannya.
Selain kelas ekonomi, usia rupanya berpengaruh pada pilihan untuk menghabiskan masa libur Lebaran di wilayah Ibu Kota. Kalangan responden remaja hingga keluarga muda lebih suka mengunjungi tempat-tempat wisata sambil mempererat tali kekeluargaan. Menengok lokasi-lokasi wisata ini lebih banyak dilakukan oleh 65 persen responden dengan usia 17-45 tahun, salah satunya adalah Hariadi (36), warga Jakarta Barat. Ia biasa pergi ke tempat wisata saat libur Lebaran bersama-sama dengan keluarga dan kerabat. "Hari kedua atau ketiga Lebaran, biasanya kami jalan-jalan bareng anak, istri, dan saudara-saudara," ujar Hariadi.
Sebaliknya, responden berusia lebih tua cenderung lebih mementingkan kegiatan bersilaturahim ketimbang berwisata ataupun ke pusat perbelanjaan. Sebanyak 53 persen responden yang berumur lebih dari 46 tahun menyatakan prioritas utamanya adalah mengunjungi saudara ataupun kerabat saat libur Lebaran. Tidak sedikit juga responden berusia paruh baya dan usia lanjut lebih memilih berdiam diri di rumah. Mereka lebih menginginkan menikmati libur Lebaran di rumah saja saat tidak pulang ke kampung halaman.
Bagaimanapun, merekatkan tali kekeluargaan pada saat Lebaran telah menjadi salah satu tradisi warga Ibu Kota. Tak peduli di rumah atau di tempat lain, semua orang berjabat tangan, bermaafan dan bersilaturahim menghangatkan suasana Jakarta yang sepi. (Bima Baskara/Litbang Kompas)