Lewat Visum dan Nalar Keilmuan Pakar Forensik Yakin Tak ada Kekerasan Seksual
Alhasil, kasus sodomi yang dituduhkan oleh dua guru JIS yakni Ferdinan Tjong dan Neil Bantlemen tidak terjadi.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mendukung langkah Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang telah membebaskan guru Jakarta International School (JIS) dari dakwaan kasus kekerasan seksual di sekolah tersebut.
Reza mengakui awalnya sempat terguncang dan cenderung percaya bahwa sudah terjadi kekerasan seksual terhadap tiga anak hingga melaporkan dua guru JIS. Maka dari itu, dia utarakan harus dilakukan audit dari sisi kependidikan dan investigasi hukum hingga tuntas.
"Namun setelah saya berkesempatan melihat hasil visum dan saya kaitkan dengan nalar keilmuan, saya menjadi yakin bahwa sodomi tidak terjadi. Kendati begitu, saya memahami kompleksitas kasus ini," kata Reza kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/8/2015).
Menurutnya, kasus kekerasan seksual ini sebenarnya tidak ada karena yang terjadi itu adalah anak-anak mengalami kekerasan psikis dan itu tidak dilakukan oleh guru JIS, melainkan oleh orang-orang terdekatnya.
Dirinya mengaku pernah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi anak-anak yang diduga mengalami kasus kekerasan seksual tersebut. Alhasil, kasus sodomi yang dituduhkan oleh dua guru JIS yakni Ferdinan Tjong dan Neil Bantlemen tidak terjadi.
"Saya sempat diminta untuk menjadi saksi ahli pada persidangan dua guru JIS ini, tapi saat itu saya berhalangan hadir," ujarnya.
Penjelasan Reza tersebut sesungguhnya sesuai dengan bukti-bukti medis hasil pemeriksaan terhadap tiga siswa yang melaporkan kasus ini ke polisi.
Sesuai hasil visum dari RSCM, siswa MAK dinyatakan tidak mengalami kekerasan seksual pada lubang pelepasnya.
Sementara hasil pemeriksaan oleh RS KK Women' and Children's Hospital, Singapura, yang melibatkan dokter bedah, dokter anestesi dan dr psikologi menyatakan bahwa, kondisi lubang pelepasan AL normal dan tidak mengalami luka.
Berdasarkan bukti itulah pengadilan Singapura memenangkan gugatan pencemaran nama baik Neil Bantleman, Ferdinant Tjong dan JIS terhadap DR, ibu AL.
Pengadilan memvonis DR untuk membayar ganti kerugian hingga 230 ribu dollar Singapura atau sekitar Rp 2.3 miliar kepada Neil, Ferdi dan JIS karena terbukti menyebarkan berita fitnah dan mencemarkan nama baik ketiga pihak tersebut.
Sebelumnya PT Jakarta telah membebaskan Neil dan Ferdi dari semua tuduhan. Kedua guru SD di JIS tersebut juga telah keluar dari rumah tahanan di Cipinang, Jumat pekan lalu.
Pengacara dua guru JIS Hotman Paris Hutapea menegaskan bahwa putusan pengadilan tinggi Jakarta membuktikan bahwa kasus JIS adalah sebuah rekayasa.
Kasus ini tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat. Bahkan bukti dari Rumah Sakit seperti RSCM dan RS KK Women's and Children's di Singapura menegaskan kondisi anus si anak normal.
"Putusan PT Jakarta membuktikan bahwa kasus JIS ini rekayasa. Ada motivasi uang yang sangat besar yang ingin diraih ibu korban, tapi tidak didukung oleh bukti-bukti. Kebenaran pada akhirnya tidak akan salah," kata Hotman.
Menurutnya, pada saat BAP awal dengan tersangka petugas cleaning service PT ISS, ibu korban tanda tangan menyatakan anaknya tidak pernah disodomi.
Namun begitu muncul iming-iming gugatan USD 125 juta yang disampaikan pengacara OCK, ibu korban mau mengikuti saran pengacara itu untuk membuat laporan kedua.
Rekayasa kedua terkait hasil pemeriksaan MAK di RSPI. Oknum dokter di RSPI menandatangani visum tanpa melakukan pemeriksaan. Jadi, pada 27 Maret 2014, ibu MAK memeriksa anaknya ke UGD di RSPI. Hasilnya, kondisi duburnya normal.
Untuk pemeriksaan lebih detail, si dokter meminta MAK datang lagi untuk pemeriksaan menyeluruh. Namun permintaan itu tak pernah dilakukan.
Anehnya, tanggal 21 April muncul surat keterangan dari RSPI mengenai adanya bekas luka di dubur MAK dengan merujuk pemeriksaan di UGD tanggal 27 Maret 2014.
"Oknum dokter di RSPI telah mencabut keterangan 21 April lalu. Rekayasa kasus ini sistematis dan luar biasa," kata Hotman.