Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fahira: Perlindungan Anak di Indonesia seperti Tanpa Arah dan Komando

Seorang anak perempuan berinisial PNF (9) ditemukan tewas di dalam kardus kemasan air mineral

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Fahira: Perlindungan Anak di Indonesia seperti Tanpa Arah dan Komando
Warta Kota
Mayat PNF dimasukkan ke dalam kardus ini saat ditemukan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum selesai energi kita terkuras menyaksikan sadisnya kasus pembunuhan dan mutilasi anak-anak berantai di Kabupaten Siak, kemudian kasus Engeline yang juga dibunuh secara sadis, kini kita harus dihadapkan lagi pada kasus kekerasan seksual dan pembunuhan anak yang benar-benar menginjak-nginjak rasa kemanusian dan hukum negeri ini.

Seorang anak perempuan berinisial PNF (9) ditemukan tewas di dalam kardus kemasan air mineral, di Kampung Belakang, Jalan Sahabat RT 06 RW 05, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat.

Dari hasil autopsi, korban dibunuh dengan sangat keji dan biadab. Terus berulangnya kasus kekerasan dan pembunuhan sadis terhadap anak menjadi bukti bahwa negara belum jadi ancaman serius bagi para pelaku kekerasan anak.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris yang salah satu lingkup tugasnya adalah pengawasan perlindungan anak mengatakan, negara dalam hal ini eksekutif (Pemerintah Pusat/Daerah), legislatif, yudikatif, termasuk aparat penegak hukum terutama polisi, jaksa dan hakim belum menjadi ancaman menakutkan bagi siapa saja orang dewasa di Indonesia untuk jangan pernah melakukan kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun.

“Kita mau dengar, negara melalui Presiden dengan lantang menyatakan bahwa kita perang terhadap kekerasan anak. Kemarin, saat Hari Anak Nasional (23/7), saya mengira Presiden akan paparkan terobosan perlindungan anak, tetapi tidak ada sama sekali. Perlindungan anak di Indonesia seperti tanpa arah dan komando,” ujar Senator asal Jakarta ini, di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (5/10).

Fahira mengungkapkan, hingga saat ini Indonesia belum punya sistem perlindungan anak yang komprehensif. Upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak masih parsial dan bergerak sendiri-sendiri.

Upaya perlindungan anak semakin melemah karena belum ada keberpihakan anggaran, dan ini berlangsung sudah puluhan tahun.

Berita Rekomendasi

Negara, menurut Fahira, belum punya strategi bagaimana membangun sistem perlindungan anak yang mampu menjamin anak agar tidak lagi menjadi korban kejahatan seksual.

Pemerintah juga belum mampu menggerakkan semua struktur yang ada dalam masyarakat mulai dari yang terkecil (RT/RW, sekolah, dan lainnya) sebagai basis upaya preventif kekerasan anak termasuk upaya menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak serta memastikan anak terbebas dari potensi kejahatan terutama seksual.

“Coba perhatikan setiap pemilu, ada tidak, calon anggota dewan yang punya program perlindungan anak? Ada tidak, calon kepala daerah yang mencantumkan konsep perlindungan anak dalam program aksinya? Kalau ada, hanya segelintir. Atau saat Pilpres kemarin, ada tidak, debat calon presiden tentang perlindungan anak? Kita masih menepikan persoalan perlindungan anak. Konsekuensinya, peristiwa seperti yang dialami Engeline, PNF, akan terus terulang,” tegas Ketua Yayasan ABADI (Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri) ini.

Kondisi ini setali tiga uang dengan upaya penegakan hukum. Masih ada oknum penegak hukum yang belum tanggap dalam menangani kekerasan terhadap anak yang sebenarnya adalah kejahatan luar biasa.

Bahkan, masih ditemukan hakim yang memutus vonis ringan pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan jaksa penuntut umumnya sama sekali tidak mengajukan banding.

“Kekerasan terhadap anak apalagi perkosaan bukan delik aduan. Jadi polisi harus menanganinya dengan cepat dan serius tanpa harus menunggu laporan. Hakim juga harus tegas. Semua kejahatan anak harus dihukum berat bahkan jika sampai menghilangkan nyawa bisa dihukum mati. Ini sebagai tanda bahwa negara ini perang terhadap kekerasan anak. Kalau negara tegas, jangankan berbuat, berniat menyakiti anak saja, orang-orang sudah tidak berani,” tukas Fahira.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas