Kabareskrim: Kasus Anggota DPR Diduga Aniaya PRT Cukup Ditangani Polda
Bareskrim Mabes Polri tidak akan mengambil alih penanganan kasus anggota DPR dan A istrinya yang diduga menganiaya PRT
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri tidak akan mengambil alih penanganan kasus anggota DPR RI berinisial IH dan A, istrinya yang diduga melakukan penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT) berinisial T.
Kabareskrim Komjen Anang Iskandar menuturkan kasus itu cukup ditangani oleh penyidik Polda Metro Jaya dan tidak akan diambil alih oleh Bareskrim.
"Kan sudah ditangani Polda Metro, mereka mampu. Kasusnya juga jalan terus dan masih proses," tegas Anang usai menghadiri Seminar Sekolah Sespimmen Dikreg Ke 55 TA 2015 "Pilkada Serentak Permasalahan dan Pemecahannya", di PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2015).
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan mengatakan apabila memang buktinya sudah cukup dan kuat, maka tidak ada alasan bagi penyidik Polda Metro untuk tidak memeriksa anggota DPR dan sang istri.
Sebelumnya aparat Polda Metro Jaya belum memanggil dan memeriksa terlapor karena terbentur Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam aturan itu tertulis permintaan keterangan kepada anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat izin terlebih dahulu dari presiden.
"Soal pemeriksaan minta izin dulu atau tidak ke presiden, akan kami konsultasikan dulu. Tapi kalau memang bukti sudah cukup, kenapa mesti pusing, kalau sudah cukup ya langsung diperiksa saja orangnya," tegas Anton, Selasa (6/10/2015) di Mabes Polri.
Sebelumnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti mengatakan pemeriksaan terhadap anggota DPR RI berinisial IH dan A, istrinya, yang diduga melakukan penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT) berinisial T, belum dilakukan.
"Mengacu pada UU terbaru pemanggilan harus seizin presiden. Penyelidikan belum menyentuh ke terlapor," tuturnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/10/2015).
Krishna menuturkan sejauh ini penyidik sudah memeriksa tujuh orang saksi meliputi korban atas nama T, Suini-pemilik yayasan penyalur pembantu di Depok, Nafiatun-pihak yayasan LPK Mandiri, dua pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah terlapor, dan pihak LBH Apik.
Menurut Krishna, berdasarkan keterangan dua pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah terlapor, mereka mengaku pernah menerima penganiayaan seperti yang dilakukan kepada T.
Pada Senin siang, aparat Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah kasus itu dinaikkan ke tahap penyidikan atau kasus dihentikan karena tidak cukup bukti.
Polisi melakukan analisa pada saat melakukan gelar perkara. Keterangan tujuh orang saksi yang telah diperiksa disesuaikan dengan barang bukti, dokumen, dan petunjuk. Setelah itu, disimpulkan dalam resume.
Apabila telah dinaikkan status ke tahap penyidikan, maka kata Krishna, pihaknya akan melakukan pemanggilan terlapor sebagai saksi terlebih dahulu.
"Kami melakukan pemanggilan terlapor sebagai saksi terlebih dahulu. Apabila ada pembantahan maka terjadi berita acara konfrontasi. Kalau cukup bukti akan ditingkatkan tersangka, kalau tidak ya tidak," kata dia.